Majelis eksaminasi terdiri atas empat orang akademi dan praktisi hukum dari empat universitas. Menurut mereka, majelis hakim tidak mencari kebenaran materiil dalam sidang dengan tidak menerapkan hukum pembuktian saksi berangkai atau ketting bewijs. "Keterangan beberapa saksi berdiri sendiri, tapi dari situ ada persesuaian yang akan menggambarkan kejadian. Hal itu tidak terbuka dalam sidang," kata Adnan.
"Hakim juga tidak memerintahkan lima saksi yang mencabut keterangannya dengan tuduhan sumpah palsu," kata dia. Adnan juga menyesalkan adanya alat-alat bukti yang tidak digunakan untuk membuktikan fakta. Misalnya, berita acara pemeriksaan saksi yang dibacakan menurut hakim harus didukung dengan alat bukti lain. Padahal menurutnya BAP yang dibacakan sudah sah secara hukum.
Menurut majelis, penerapan hukum pembuktian yang salah oleh hakim telah bermula dari dakwaan jaksa yang tidak cermat. "Titik tolaknya ada pada dakwaan jaksa, sehingga argumen yang dibangun kurang kuat," ujar anggota majelis Andre Ata Ujan. Menurut Andre, dakwaan yang kurang cermat tersebut didukung dengan hakim yang tidak melakukan eksplorasi terhadap pembuktian.
Atas pertimbangan tersebut, majelis eksaminasi merekomendasikan kepada Komisi Yudisial unutk mengevaluasi integritas hakim yang menangani perkara ini. "Kejaksaan Agung juga harus menunjuk jaksa yang kompeten," ujar Andre.
"Kami akan membawa hasil ini ke diskusi publik di beberapa kota," kata istri mendiang Munir, Suciwati. Adapun anggota Komite Aksi Solidaritas untuk Munir Chirul Anam menyatakan bahwa hasil eksaminasi tersebut akan segera disampaikan kepada Komisi Yudisial agar dapat ditindaklanjuti.
FAMEGA SYAVIRA