TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil untuk Reformasi Sektor Keamanan mendesak agar Menteri Dalam Negeri membatalkan penunjukkan Kepala BIN Daerah Sulawesi Tengah Brigadir Jenderal TNI Andi Chandra sebagai Penjabat Bupati Seram Bagian Barat. Koalisi menilai penunjukkan Andi menjadi penjabat kepala daerah merupakan bentuk dari “Dwifungsi TNI” yang melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Kami menilai bahwa penunjukan Pj. Bupati Seram Barat yang merupakan anggota TNI aktif merupakan bentuk dari Dwifungsi TNI serta pengkhianatan Profesionalisme TNI sebagaimana yang diatur dalam ketentuan peraturan peraturan perundang-undangan dan semangat reformasi, terlebih melanggar prinsip demokrasi," ujar Ketua Umum Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur lewat keterangannya mewakili koalisi, Kamis, 26 Mei 2022.
Isnur mengingatkan, Pasal 30 ayat (3) UUD 1945 telah mengatur secara tegas bahwa tugas pokok TNI adalah menegakkan kedaulatan negara, mempertahankan keutuhan wilayah NKRI, serta melindungi bangsa dari ancaman dan gangguan terhadap keutuhan bangsa. Kemudian Pasal 5 UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI menegaskan bahwa peran TNI adalah sebagai alat pertahanan negara yang pada implikasinya bahwa anggota TNI aktif terpisah dari institusi sipil negara.
Koalisi menilai bahwa penunjukkan Brigjen TNI Andi Chandra sebagai anggota TNI Aktif merupakan pelanggaran terhadap Tugas Pokok dan Fungsi TNI sebagaimana diatur dalam UU 34 Tahun 2004 tentang TNI yang secara tegas diatur dalam pasal 47 ayat (1) UU 34/2004 bahwa Prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan. Sedangkan kepala daerah merupakan jabatan sipil yang pada dasarnya hanya dapat ditempati oleh sipil.
Selain itu, UU tentang Peradilan Militer No. 31 tahun 1997 yang belum direvisi sesuai mandat TAP MPR No. VII tahun 2000 dinilai berpotensi menjadi konflik hukum dan sarana impunitas bagi prajurit TNI aktif yang menempati jabatan kepala daerah ketika terjadi pelanggaran pidana. Penjabat kepala daerah yang merupakan prajurit TNI aktif hanya akan dapat diproses melalui sistem peradilan militer yang memiliki catatan akuntabilitas dan transparansi ketika terlibat dengan persoalan hukum pidana.
"Dan terlebih penting lagi, penunjukan langsung Pj. Bupati Seram Barat ini telah melanggar hak asasi manusia karena tidak dilakukan secara transparan dan akuntabel karena tidak ada forum terbuka yang dapat diakses oleh publik yang berkepentingan khususnya masyarakat Seram Barat, untuk dapat terlibat dalam prosesnya," tutur Isnur.
Ia mengingatkan, penunjukkan kepala daerah untuk mengisi kekosongan jabatan harus dilakukan secara demokratis sebagaimana pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam Putusan Nomor 67/PUU-XIX/2021. Sesuai amanat putusan MK tersebut, pemerintah semestinya menerbitkan peraturan pelaksana pengisian penjabat kepala daerah.
"Oleh karena itu, kami mendesak Pemerintah dalam hal ini melalui Presiden Joko Widodo dan Mendagri, Tito Karnavian, untuk membatalkan dan mencabut penunjukan anggota TNI Aktif sebagai Pj. Bupati sebagaimana hal tersebut merupakan pelanggaran terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan yang berlaku serta pelanggaran hak asasi manusia," demikian keterangan resmi koalisi.
Koalisi Masyarakat Sipil Untuk Reformasi Keamanan terdiri dari YLBHI, LBH Jakarta, LBH Pos Malang, Imparsial, KontraS, SETARA Institute, ELSAM, PBHI Nasional, Public Virtue, dan Amnesty International.
DEWI NURITA
Baca: Prajurit Aktif Jadi Penjabat Bupati Seram Bagian Barat, Ini Kata Panglima TNI
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini