TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko meminta agar semua pihak berhenti membicarakan perpanjangan masa jabatan presiden. Menurut Moeldoko, Presiden Joko Widodo atau Jokowi sudah memiliki sikap yang jelas akan taat pada konstitusi.
"Sudahlah cukup, jangan lagi berpolemik tentang jabatan tiga periode lah, perpanjangan lah. Presiden sudah tegas mengatakan seperti itu (taat konstitusi). Jangan jadi bahan gorengan yang nggak berkualitas," ujar Moeldoko di Kantor KSP, Jakarta Pusat, Rabu, 6 April 2022.
Moeldoko mengatakan, pemerintah saat ini sedang fokus memikirkan pandemi yang belum juga tuntas. Selain itu, Moeldoko mengatakan Jokowi juga sedang memikirkan skenario menghadapi perang Ukraina dengan Rusia yang berdampak pada ekonomi Indonesia.
"Langkah-langkah presiden dalam menghadapi situasi ini sangat diperlukan. Itu lebih diperlukan daripada berbicara soal itu (perpanjangan masa jabatan)," kata Moeldoko.
Sebelumnya, Jokowi menegur menterinya yang getol menyuarakan perpanjangan masa jabatan presiden menjadi tiga periode, serta penundaan Pemilu 2024. Hal ini Jokowi sampaikan dalam Sidang Kabinet Paripurna yang dihadiri oleh seluruh menteri hingga kepala lembaga.
"Jangan sampai ada lagi yang menyuarakan mengenai penundaan, perpanjangan, ndak!" ujar Jokowi dalam siaran sidang tersebut pada Rabu, 6 April 2022.
Jokowi mengatakan saat ini kondisi Indonesia sedang dilanda kesulitan karena kenaikan BBM hingga kebutuhan pokok. Sehingga, ia meminta para menteri fokus bekerja agar beban masyarakat berkurang.
Wacana perpanjangan masa jabatan presiden dan penundaan Pemilu 2024 sebelumnya gencar disuarakan Menteri Koordinator Perekonomian Airlangga Hartarto. Ia mengklaim ide tersebut merupakan aspirasi masyarakat.
Belum selesai dengan pernyataan Airlangga, Menteri Koordinator bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan juga mengeluarkan pernyataan serupa. Ia mengklaim menurut big data yang dimilikinya, ada 110 juta warganet yang setuju masa jabatan Jokowi diperpanjang.
Namun, klaim Luhut tersebut dipertanyakan. Pihak Luhut juga menolak membuka big data tersebut kepada masyarakat.
M JULNIS FIRMANSYAH