TEMPO.CO, Jakarta -Perlawanan warga Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, Jawa Tengah dalam menolak proyek bendungan mengingatkan publik pada peristiwa serupa di era pemerintahan Presiden Soeharto.
Represifitas yang dilakukan aparat dinilai mirip dengan cara-cara Orde Baru dalam pembangunan Waduk Kedung Ombo tahun 1980-1991 silam yang meliputi wilayah 3 kabupaten yakni Boyolali, Grobogan dan Sragen. Bagaimana kisah kala itu?
Ketidakjelasan Ganti Rugi
Pembangunan Waduk Kedung Ombo direncanakan untuk menciptakan pembangkit listrik berkekuatan 22,5 megawatt dan menampung air untuk memenuhi kebutuhan sekitar 70 hektare lahan pertanian.
Proyek ini mendapat bantuan dana sebesar 156 juta USD dari Bank Dunia dan 25,2 USD dari Bank Exim Jawa Tengah.
Melansir Majalah Tempo edisi 25 Maret 1989, perencanaan pembangunan Waduk Kedung Ombo sebetulnya sudah dimulai sejak tahun 1969. Tujuh tahun kemudian, uji kelayakan dirampungkan dan lokasi proyek yang ditetapkan meliputi 37 desa di tujuh kecamatan yang tersebar di Kabupaten Boyolali, Grobogan, dan Sragen. Pemerintah harus membayar ganti rugi untuk memindahkan ratusan keluarga yang mendiami wilayah tersebut.
Pada tahun 1981, pembangunan sarana penunjang proyek resmi dilakukan. Pada 20 September 1983, Gubernur Jawa Tengah kala itu, Ismail, mengeluarkan surat keputusan yang menetapkan bahwa harga tertinggi ganti rugi tanah bagi warga yang terkena proyek adalah Rp 700 per meter.
Ketika pemda mendekati warga yang terkena proyek, terdapat laporan bahwa sejumlah pemilik tanah diminta bercap jempol di atas kertas tanpa diberi tahu besaran ganti rugi yang akan mereka terima. Sejak itu, banyak warga yang kemudian menolak proyek waduk.
Selanjutnya : Warga mencoba mengadukan permasalahan ganti rugi ke LBH...