Warga mencoba mengadukan permasalahan ganti rugi ke LBH Yogyakarta dan DPRD Jawa Tengah. Pada Juni 1987, enam warga dari Kecamatan Kemusu, Boyolali mendatangi kantor LBH Jakarta untuk melaporkan adanya intimidasi dari aparat kabupaten. Beberapa teman mereka bahkan sampai bersembunyi di hutan. Aduan tersebut kemudian disangkal oleh Pangdam Jawa Tengah Mayjen. Setyana.
Dalam rapat kerja dengan komisi II DPR pada 25 November 1987, Menteri Dalam Negeri kala itu, Soepardjo Rustam, mengatakan bahwa besaran ganti rugi tanah untuk proyek Kedung Ombo adalah Rp 3 ribu per meter. Keterangan tersebut menimbulkan keramaian sebab nominal yang disampaikan jauh berbeda dari informasi yang diterima warga. Pernyataan Mendagri itu lantas dibantah oleh Ditjen Sospol Depdagri.
Ancaman Bagi Mereka yang Menolak
Warga yang menerima ganti rugi proyek Kedung Ombo dari pemerintah disediakan pilihan untuk pindah ke Kayen (Purwodadi), Kedungmulyo, Kedungrejo (Boyolali), atau bertransmigrasi ke luar Jawa. Sementara warga yang menolaknya memilih bertahan.
Menanggapi penolakan tersebut, pemerintah kemudian melancarkan kekerasan, teror, dan intimidasi. Sebagaimana dilansir dari Majalah Tempo edisi 4 Februari 2008, warga yang tidak setuju ganti rugi tidak hanya dipaksa memberi cat jempol, tetapi juga dicap sebagai “PKI”. Pengaduan pada LBH maupun DPRD berhasil meredakan kekerasan, namun perundingan penggantian lahan tetap buntu.
Salah satu cerita kekerasan aparat pernah disampaikan oleh Samadi, seorang warga yang sebelumnya bermukim di Nglanji, Kemusu, Boyolali. Dari yang semula enggan menyentuh ganti rugi, Samadi akhirnya ciut karena ancaman aparat.
Selanjutnya : Pada tahun 1987, Samadi dipanggil ke Koramil...