Lenny Patty dari AMAN Maluku meminta institusi pemerintah penyelenggara vaksinasi memastikan betul adanya pemeriksaan kesehatan bagi masyarakat. Ia juga mewanti-wanti masyarakat terbuka jika mengetahui kondisi kesehatan mereka. Namun masalahnya, dia melanjutkan, sebagian masyarakat nekad divaksinasi meski tidak sehat, sebab ada informasi bahwa sertifikat vaksin menjadi syarat dalam mengurus administrasi di institusi pemerintahan.
Berhadapan dengan minimnya sosialisasi dari pemerintah, masyarakat adat berjibaku membangun resiliensi di kalangan mereka sendiri. Di Aru, Mika Ganobal—yang juga Lurah Siwalima—membentuk kelompok relawan dua bulan lalu. Menggandeng berbagai kelompok seperti anak muda Islam, anak muda Kristen, hingga Pramuka, mereka menggencarkan informasi mengenai Covid-19 kepada warga.
Kelompok Relawan Siwalima ini juga membuat sticker yang ditempelkan di rumah-rumah warga yang positif Covid-19 dan menjalani isolasi mandiri. “Sehingga kalau dia mau keluar rumah atau warga yang mau bertamu melihat stikernya, mereka akan berpikir ulang,” ujarnya.
Adapun Gilung mengatakan, pengurus AMAN Indragiri Hulu akan berkeliling ke 29 wilayah adat Talang Mamak untuk meluruskan informasi seputar vaksin Covid-19. Wilayah adat terjauh dari Indragiri Hulu ialah Rantau Langsat yang terletak di kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh.
Menurut Rukka Sombolinggi, kurang dari 600 ribu masyarakat adat yang menyatakan mau disuntik vaksin Covid-19, dari 20 juta yang tergabung dengan AMAN. Pada 12 Juli lalu, AMAN memang merilis formulir daring bagi anggota mereka yang bersedia divaksin. Dalam empat hari, data yang masuk mencapai 400 ribu. Namun pada 17 Juli, dalam acara konsolidasi virtual, jaringan AMAN mengabarkan banyak yang mundur lantaran melihat adanya yang sakit dan meninggal setelah vaksin. “Sampai Agustus ini (jumlah yang ingin divaksin) naiknya perlahan sekali,” kata Rukka.
Di Enggano, menurut Rafli Zen, masyarakat sebenarnya bersedia disuntik vaksin Covid-19. Namun, stok vaksin di Enggano amat terbatas lantaran mengandalkan kiriman dari Bengkulu. Berjarak 12 jam perjalanan laut, kapal dari Bengkulu ke Enggano hanya datang dua kali dalam sepekan. “Kapal kadang-kadang satu minggu dua kali. Tapi sekarang cuaca Enggano sedang kurang bersahabat,” ujar Rafli.
Menurut Rafli, vaksin kadang tersedia hanya untuk 20 orang. Hingga Rabu, 11 Agustus lalu, dia memprediksi baru seperempat dari sekitar 3.800 masyarakat di Enggano yang sudah divaksin. Pria 67 tahun ini menyampaikan harapannya agar pemerintah lebih memperhatikan masyarakat adat di Enggano. “Tolong sampaikan ke Pak Jokowi (Presiden Joko Widodo), susah di Enggano ini.”
BUDIARTI UTAMI PUTRI
Baca: Pemerintah Didesak Permudah Vaksinasi Covid-19 Masyarakat Adat