Rukka menilai ini menandakan kegagalan pemerintah memberikan pemahaman kepada masyarakat ihwal Covid-19 itu sendiri, kendati pagebluk sudah berlangsung selama 1,5 tahun. Menurut dia, pemerintah tak cukup mengerahkan perangkat yang dimiliki untuk sosialisasi kepada warga hingga ke desa-desa. Ujungnya, kata dia, masyarakat yang kerap disalahkan karena tidak menaati protokol kesehatan. “Persoalannya adalah lemahnya sosialisasi dari pemerintah, yang ada kemudian masyarakat disalahkan,” kata Rukka.
Rukka mengatakan pertahanan masyarakat adat di berbagai daerah mulai jebol seiring dengan menyebarnya virus corona varian delta. Menurut Rukka, penyebaran Covid-19 di wilayah adat disinyalir berasal dari pekerja perusahaan sumber daya alam di sekitar kawasan adat, aktivitas ekonomi warga setempat, ataupun aparatur sipil negara yang keluar-masuk kawasan.
Dia menyatakan, penularan angka positif Covid-19 di masyarakat adat cukup signifikan terjadi di kawasan Apau-Kayan, wilayah pedalaman Kalimantan Utara yang berbatasan dengan Malaysia; Kepulauan Aru, Maluku; Lamandau, Kalimantan Tengah; Tana Toraja dan Toraja Utara, Sulawesi Selatan; dan Sigi, Sulawesi Tengah. Pada 10 Juli lalu, misalnya, sebanyak 361 warga Apau Kayan dilaporkan terpapar Covid-19. Di bulan yang sama, penyebaran virus corona di Kepulauan Aru mencapai 1.000 kasus.
Sukarnya akses transportasi menjadi kendala dalam penanganan pandemi yang melanda masyarakat adat di kawasan-kawasan tersebut. Salah satu tokoh masyarakat adat di Kepulauan Aru, Mika Ganobal mengatakan, hanya dua dari 117 desa yang dapat dijangkau dengan transportasi darat. “Dari gambaran itu saja sudah terlihat bagaimana sulitnya,” kata Mikka, Jumat, 13 Agustus lalu.
Ketua AMAN Maluku, Lenny Patty, mengatakan kampung-kampung adat sebenarnya menutup wilayah mereka pada tahun kemarin. Pergerakan mulai agak bebas pada awal tahun ini lantaran Covid-19 dianggap telah mereda. Namun seiring dengan naiknya kasus mulai Juni lalu, wilayah-wilayah adat kembali menutup perbatasan. “Melihat kasus Kota Ambon parah mereka putuskan untuk menutup sementara aktivitas di kampung,” ujar Lenny.
Upaya melindungi kawasan juga dilakukan melalui ritual adat. Ketua AMAN Indragiri Hulu, Riau, Gilung mengatakan, para batin (kepala adat) suku Talang Mamak menutup pintu-pintu masuk dengan upacara adat. “Saban rumah diberi penanda, ada yang berupa kemenyan, ada yang berupa kain putih,” ujar Gilung. Ia mengklaim belum ada warga adat Talang Mamak yang terpapar Covid-19.
***
Masyarakat adat juga berhadapan dengan pelbagai masalah menyangkut vaksinasi Covid-19. Mulai dari tak mendapat informasi ihwal vaksin dan efek yang lazim terjadi setelah penyuntikan, tak adanya pemeriksaan kondisi kesehatan sebelum divaksin, hingga stok yang terbatas. Ketua AMAN Indragiri Hulu, Gilung, mengatakan beberapa perangkat desa Talang Mamak sempoyongan hingga mengalami lumpuh setelah vaksin. Imbasnya, masyarakat yang semula bersedia disuntik pun menjadi enggan dan takut.
Ketua AMAN Toraya Romba Sombolinggi mengatakan tak ada pemeriksaan kesehatan memadai bagi warga yang hendak divaksin. Sedangkan, banyak masyarakat adat tak mengetahui kondisi awal kesehatan mereka, seperti komorbid yang dimiliki. Dia mencontohkan, seorang warga dinyatakan positif Covid-19 beberapa hari setelah divaksinasi. Warga tersebut diduga sudah terpapar virus saat menerima vaksin. “Yang diperiksa hanya suhu dan tensi, sedangkan orang tidak paham apakah dia punya komorbid,” ujar Romba.