TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Tim Omnibus Law Pemerintah I Ktut Hadi Priatna menjawab tudingan upaya resentralisasi pemerintah pusat pada Pasal 166 RUU Cipta Kerja.
Pasal tersebut menyatakan peraturan presiden (perpres) bisa membatalkan peraturan daerah (perda).
Ktut mengingatkan bahwa Indonesia adalah negara kesatuan, bukan negara federal.
"Artinya di NKRI, pucuk pemimpin pemerintahan adalah presiden," kata Ktut dalam diskusi 'Desas Desus Omnibus' di Grand Cemara Hotel, Jakarta, pada Rabu lalu, 4 Maret 2020.
Ktut, yang juga Kepala Biro Hukum, Persidangan, dan Hubungan Masyarakat Kementerian Koordinator Perekonomian, menerangkan wewenang menteri dan kepala daerah pun pendelegasian wewenang presiden.
Menurut dia, kewenangan presiden mencabut perda melalui perpres adalah bentuk koreksi kebijakan dari eksekutif.
"Presiden bisa membatalkan perda, ini executive review."
Pasal 166 RUU Cipta Kerja dikritik karena dianggap bertentangan dengan putusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan, perda hanya bisa dibatalkan melalui uji materi di Mahkamah Agung.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Robert Endi Jaweng mengatakan pelaksanaan pasal 166 berimplikasi pada pelimpahan kewenangan dari daerah ke pusat.
"Ini resentralisasi kewenangan ke pusat," kata Jaweng seperti dikutip Koran Tempo dalam edisi Senin, 17 Februari 2020.
Jaweng juga menuding beberapa pasal di omnibus law RUU Cipta Kerja bertentangan dengan semangat reformasi, seperti prinsip otonomi daerah.
Dia berpendapat, omnibus law RUU Cipta Kerja menempatkan kepala daerah seolah-olah bawahan presiden. "Padahal mereka dipilih oleh rakyat."