TEMPO.CO, Jakarta - Para pembela Hak Asasi Manusia (HAM) dari seluruh dunia pada akhir Oktober lalu berkumpul di Paris, Perancis, untuk menggelar The Human Rights Defenders World Summit 2018. Acara tentang pembela HAM Dunia ini berlangsung pada 29-31 Oktober 2018.
Dalam rangkaian acara, terdapat sesi foto bersama di the Place do Trocadéro di depan the Palais du Chailot, tempat di mana Deklarasi HAM Internasional ditandatangani 70 tahun yang lalu. Sesi foto ini diikuti semua peserta dengan memegang foto tokoh pegiat HAM dunia. Salah satunya adalah foto Munir Said Thalib.
Baca: Gelar Aksi #MasihIngat, KontraS Desak Penuntasan Pelanggaran HAM
"Munir Said Thalib mewakili tokoh pembela hak asasi manusia dari Indonesia," ujar Wakil Koordinator bidang Advokasi KontraS Putri Kanesia kepada Tempo, Kamis, 8 November 2018.
Menurut Putri, pemajangan foto Munir dan pegiat HAM dunia lainnya dalam sesi foto bersama ini sengaja dilakukan. Hal ini, kata dia, bertujuan merepresentasikan para pembela HAM yang tak dapat hadir dalam acara ini. "Foto merepresentasikan pembela HAM yang tewas dalam kerja-kerja HAM-nya, dan yang tidak dapat hadir karena ditangkap, dihilangkan paksa, maupun karena alasan pencekalan," kata dia.
Putri mengatakan ada 20 foto pegiat HAM dunia yang dipajang. Sebanyak 10 foto ini diantaranya untuk pembela HAM yang tewas dalam kerja-kerja HAM-nya. Sedangkan 10 lainnya adalah foto pembela HAM yang tak hadir karena hilang, ditangkap, dan dicekal.
Baca: Indikator: Polisi Dinilai Tak Mampu Ungkap Dalang Kasus Munir
Munir Said Thalib merupakan merupakan tokoh HAM Indonesia yang tewas dalam penerbangan ke Amsterdam pada 7 September 2004. Dalam hasil otopsi kepolisian Belanda dan Indonesia, Munir tewas karena racun arsenik.
Pada akhirnya, hanya ada dua orang yang dihukum atas kematian Munir, yaitu pilot Garuda Indonesia Pollycarpus Budihari Priyanto dan Direktur Utama Garuda Indra Setiawan. Sempat dalam persidangan terungkap Pollycarpus beberapa kali mendapat telepon dari nomor khusus Deputi V Penggalangan dan Propaganda Badan Intelijen Negara (BIN) Mayor Jenderal Muchdi. Namun, setelah ditetapkan sebagai tersangka, Muchdi divonis bebas murni pada Desember 2008.
Pemerintah era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pernah membentuk Tim Pencari Fakta untuk mengungkap dalang pembunuhan Munir. Namun dokumen hasil penyelidikan TPF itu hilang. Hilangnya keberadaan dokumen TPF Munir mengemuka saat Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) memenangi gugatan terhadap Kementerian Sekretariat Negara untuk mempublikasikan laporan penyelidikan TPF. Namun Istana menyatakan tak memiliki dokumen tersebut.
Baca: Desak Bareskrim Buka Kasus Munir, Komnas HAM: Polisi Punya Bukti