TEMPO.CO, Jakarta - Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto mengatakan TNI kembali menggunakan nama Organisasi Papua Merdeka atau OPM untuk Kelompok Separatis Teroris (KST) dan kelompok kriminal bersenjata (KKB) di Papua.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) TNI Mayor Jenderal Nugraha Gumilar menjelaskan tujuan perubahan istilah tersebut. Dia menyebut perubahan nama dari KKB ke OPM untuk menegaskan OPM adalah tentara atau kombatan. Menurut hukum humaniter, kata dia, kombatan berhak menjadi korban dalam konflik bersenjata.
"Mereka (OPM) tetap bertindak brutal membakar fasilitas umum, membunuh, memperkosa, meneror bahkan menghadang TNI yang sedang menjalani tugas sebagai tenaga kesehatan dan guru, tentunya tindak tegas akan diterapkan," ucap dia.
Perubahan sebutan KST dan KKB menjadi OPM tersebut mendapat respons dari berbagai pihak, termasuk dari kelompok hak asasi manusia (HAM) hingga Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM).
1. TPNPB-OPM: Kami Perang Terus sampai Papua Merdeka
Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) menanggapi kabar TNI yang kembali menggunakan istilah OPM alih-alih Kelompok Separatis Teroris (KST) dan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB).
“Eskalasi serangan akan meningkat. Posisi kami (TPNPB) tetap lawan,” kata Juru bicara TPNPB-OPM Sebby Sambom kepada Tempo, Senin, 8 April 2024.
Menurut dia, perubahan penggunaan istilah KST atau KKB menjadi OPM hanya langkah TNI dalam menduduki Papua. “Itu posisi pemerintah kolonial Indonesia. Kami perang terus sampai Papua merdeka,” ujar Sebby.
2. Ketua Komnas HAM Atnike Nova Sigiro: Pemerintah Harus Mengedepankan Penegakan Hukum
Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, mengatakan Panglima TNI memiliki kewenangan dan pertimbangan mengenai perubahan istilah ini. Komnas HAM, kata dia, perlu mempelajari implikasi dari kebijakan pemerintah ini, termasuk mempelajari peraturan perundang-undangan yang menjadi rujukan kebijakan itu.
Dalam beberapa pekan terakhir, kata Atnike, Komnas HAM mencatat situasi yang memprihatinkan di Papua. Terdapat korban yang berjatuhan baik dari warga sipil dan juga TNI/Polri.
"Hal ini barangkali yang menjadi pertimbangan pemerintah untuk mengubah terminologi tersebut," ucap Atnike saat dihubungi Tempo pada Jumat, 12 April 2024.
Atnike menyebut Komnas HAM selaku lembaga HAM tetap meminta pemerintah mengedepankan penegakan hukum terhadap setiap pelaku kekerasan di Papua, termasuk yang dilakukan oleh kelompok sipil bersenjata.