TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Bagian Humas Direktorat Jenderal Permasyarakatan Ade Kusmanto mengatakan hukuman narapidana perkara terorisme Abu Bakar Baasyir hanya bisa dilakukan dengan memberikan grasi. Syarat pemberian grasi yang diajukan ada dua.
"Pertama grasi yang diajukan narapidana kedua karena kemanusiaan dan keadilan," kata Ade kepada Tempo, Senin, 5 Maret 2018. Grasi dengan syarat kemanusiaan dan keadilan diberikan dengan syarat narapidana telah berusia di atas 70 tahun. Baasyir, ujar Ade, sudah mempunyai peluang untuk mendapatkan grasi.
Baca:
Abu Bakar Baasyir Tidak Bisa Menjadi Tahanan ...
Pengacara: Permohonan Tahanan Rumah Abu ...
Namun, pemberian grasi juga harus ada persetujuan dari Baasyir. Grasi bisa diajukan dari keluarga, narapidana, atau penasehat hukumnya. Jika diajukan orang lain tetap harus atas persetujuan narapidana. “Kalau Baasyir tidak mau, celah ini sudah tidak bisa," ujar Ade.
Grasi boleh tidak melalui persetujuan narapidana, jika divonis hukuman mati. Namun, “Kesempatan grasi bisa dianggap gugur karena Baasyir tidak setuju."
Baca juga:
Wiranto: Jangan Seenaknya Lempar Isu Soal ... Abu Bakar Baasyir Keluar Penjara Dua Kali ...
Abu Bakar Baasyir yang berusia sekitar 80 tahun dipenjara karena dinyatakan terbukti bersalah melakukan terorisme. Ia dihukum 15 tahun penjara sejak 2011. Awalnya ia dibui di Nusakambangan. Namun karena kondisi kesehatan yang menurun, ia dipindahkan ke Rumah Tahanan Gunung Sindur, Bogor.
Abu Bakar Baasyir, menolak mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo. "Ustad tidak mau. Itu yang disampaikan pada kami," kata pengacara Ba'asyir, Guntur Fattahillah, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Kamis, 1 Maret 2018.
Guntur menuturkan kliennya baru mendengar informasi tentang grasi yang diwacanakan sejumlah tokoh agama hari ini. Namun, kata Guntur, pria 80 tahun itu enggan mengajukan. Sebab, Ba'asyir yakin tak bersalah atas kasus yang dituduhkan kepadanya.
Baca: Pemerintah Wacanakan Abu Bakar Baasyir Jadi Tahanan Rumah
Jika mengajukan grasi, sama saja ia mengakui dirinya bersalah. "Karena beliau hanya menjalankan syariat Islam, dan menerangkan tentang agama Islam itu sendiri. Jadi bila saja dia mau menyampaikan grasi, berarti minta maaf," kata Guntur.
Baasyir sempat dikeluarkan dari penjara karena kedua kakinya bengkak pada Agustus 2017. Ia menjalani pemeriksaan kesehatan di Rumah Sakit Pusat Jantung Harapan Kita Jakarta pada Kamis 10 Agustus 2017. Pemeriksaan dilakukan terhadap organ pembulu darah. Ada gangguan katup pembulu darah yang mengakibatkan pembengkakan.
Simak: Merasa Tidak Bersalah, Abu Bakar Baasyir Tolak ...
“Kaki beliau bengkak. Kemungkinan bisa dari jantung, ginjal, liver, atau aliran balik pembulu darah,” kata Ketua Tim Medis narapidana terorisme Abu Bakar Ba'asyir, Jose Rizal di Kantor Pusat Medical Emergency Rescue Committee Jakarta, pada Sabtu, 12 Agustus 2017.
Sedangkan, untuk pengobatan penyakit Baasyir kali ini, kata Kepala Lapas Gunung Sindur David H Gulto telah memohon rujukan terencana untuk berobat, setelah berkoordinasi dengan BNPT (Badan Nasional Penanggulangan) Teroris dan Densus 88. Presiden Jokowi telah setuju Baasyir berobat ke RS Cipto Mangunkusumo.