TEMPO.CO, Jakarta - Narapidana kasus terorisme, Abu Bakar Baasyir, menolak mengajukan grasi kepada Presiden Joko Widodo. "Ustad tidak mau. Itu yang disampaikan pada kami," kata pengacara Ba'asyir, Guntur Fattahillah, di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Kamis, 1 Maret 2018.
Guntur menuturkan kliennya baru mendengar informasi tentang grasi yang diwacanakan sejumlah tokoh agama hari ini. Namun, kata Guntur, pria 80 tahun itu enggan mengajukan. Sebab, Ba'asyir yakin tak bersalah atas kasus yang dituduhkan kepadanya.
Baca: Pemerintah Wacanakan Abu Bakar Baasyir Jadi Tahanan Rumah
Jika mengajukan grasi, sama saja ia mengakui dirinya bersalah. "Karena beliau hanya menjalankan syariat Islam, dan menerangkan tentang agama Islam itu sendiri. Jadi bila saja dia mau menyampaikan grasi, berarti minta maaf," kata Guntur.
Guntur juga mengatakan bahwa Ba'asyir meminta setiap pihak untuk tidak menjadikan dia sebagai komoditas politik soal wacana grasi tersebut. "Ustad menyampaikan, tolong jangan dipolitisirlah, jangan dijadikan komoditas politik di tahun-tahun politik ini."
Simak: Abu Bakar Baasyir: Saya bukan Amir Jamaah Islamiyah
Usulan agar Ba'asyir diberikan grasi datang dari Ketua Majelis Ulama Indonesia Ma'ruf Amin. Ma'ruf mengusulkan kepada Jokowi agar memberikan grasi pada narapidana kasus terorisme tersebut. "Kalau bisa dikasih grasi. Ya itu terserah Presiden," kata Ma'ruf Amin di komplek Istana Negara, Jakarta, Rabu, 28 Februari 2018.
Ba'asyir telah menjalani hukuman hampir 7 tahun sejak 2011. Awalnya ia dihukum di Nusakambangan, Jawa Tengah. Namun karena kondisi kesehatan yang menurun, ia dipindahkankan ke Gunung Sindur, Bogor.