TEMPO.CO, Jakarta - Mantan Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Badan Keamanan Laut (Bakamla) Nofel Hasan mengaku menyesal menerima uang suap Bakamla. Nofel mengaku terpaksa menerima uang karena diperintah atasannya, mantan Deputi Informasi, Hukum dan Kerja Sama Bakamla, Eko Susilo Hadi.
"Saya sempat menolak uang itu, tapi saya takut dimarahi pimpinan," kata Nofel kepada Majelis Hakim dalam sidang di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, pada Rabu, 7 Februari 2018.
Baca juga: Disebut dalam Sidang Suap Bakamla, Setya Novanto: Jahat Juga
Nofel pun mengaku, sebagai bawahan, dirinya tidak mungkin menghalangi terjadinya korupsi. Novel Hasan ditetapkan sebagai tersangka penerima suap pengadaan proyek satelit monitoring di Bakamla senilai Rp 220 miliar pada Rabu, 12 April 2017. Dalam dakwaan Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah, Nofel disebut menerima Sin$ 104.500 atau sekitar Rp 989,6 juta. Nofel diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Dalam sidang pemeriksaan terdakwa yang digelar hari ini, Nofel mengakui jika dia menerima uang itu karena dipaksa oleh Eko Susilo Hadi.
Kasus yang menjerat Nofel ini merupakan pengembangan kasus suap di Bakamla. Nofel Hasan selaku Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla atau pejabat pembuat komitmen diduga bersama-sama menerima hadiah atau janji untuk menggerakkan agar melakukan atau tidak melakukan sesuatu yang bertentangan dengan jabatannya terkait pengadaan satelit monitoring di Bakamla APBN-P 2016. Pengadaan memakan anggaran hingga Rp 220 miliar.
Baca juga: Bambang Bantah Gunakan Uang Proyek Bakamla untuk Munas Golkar
Sebelumnya, terdakwa suap Bakamla, Eko Susilo Hadi telah terlebih dahulu divonis 4 tahun dan 3 bulan penjara. Eko terbukti menerima 10.000 dollar AS, 10.000 Euro, 100.000 dollar Singapura, dan 78.500 dollar AS dari PT Melati Technofo Indonesia terkait pengadaan monitoring satelit di Bakamla