TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Agung mengabulkan permohonan peninjauan kembali atau PK mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani Maming dalam perkara korupsi izin usaha pertambangan (IUP).
"Mengabulkan permohonan peninjauan kembali dari pemohon peninjauan kembali/terpidana Mardani H. Maming tersebut," demikian bunyi amar putusan Nomor 1003 PK/Pid.Sus/2024 sebagaimana dikutip dari laman Informasi Perkara MA RI di Jakarta, Selasa, 5 November 2024.
MA menjatuhkan hukuman pidana penjara 10 tahun kepada Mardani Maming. Selain itu, MA juga menjatuhkan vonis denda Rp 500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar diganti dengan pidana kurungan selama empat bulan.
Lebih lanjut, MA menghukum yang bersangkutan membayar uang pengganti sebesar Rp 110.604.731.752,00. Jika tidak membayar dalam waktu satu bulan setelah putusan inkrah, harta benda Mardani Maming dapat disita dan dilelang oleh jaksa.
"Jika terpidana tidak mempunyai harta benda yang mencukupi untuk membayar uang pengganti tersebut maka dipidana dengan pidana penjara selama dua tahun," demikian amar putusan PK Mardani Maming seperti dilansir Antara.
Mardani Maming dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif pertama penuntut umum. "Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani terpidana dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan," sambung putusan itu.
Perkara PK Mardani Maming diputus oleh ketua majelis Prim Haryadi, anggota majelis 1 Ansori, anggota majelis 2 Dwiarso Budi Santiarto, serta panitera pengganti Dodik Setyo Wijayanto pada Senin, 4 November 2024.
Putusan PK ini lebih ringan dibanding putusan di tingkat sebelumnya. Pada Selasa, 1 Agustus 2023 MA menolak permohonan kasasi Mardani Maming.
Putusan kasasi itu memperkuat putusan Pengadilan Tinggi Banjarmasin yang memvonis Mardani Maming 12 tahun penjara, denda Rp 500 juta subsider empat bulan kurungan, dan membayar uang pengganti sebesar Rp 110,6 miliar.
Pada perkara ini, Mardani Maming didakwa menerima hadiah atau gratifikasi dari seorang pengusaha pertambangan, yakni mantan Direktur PT PCN almarhum Henry Soetio.
Ia didakwa menerima gratifikasi dari Henry dengan total tidak kurang dari Rp 118 miliar saat menjabat Bupati Tanah Bumbu. Gratifikasi tersebut terkait SK Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang persetujuan pengalihan IUP OP dari PT BKPL kepada PT PCN.
Sebelumnya Koordinator Masyarakat Antikorupsi (MAKI) Boyamin Saiman berharap, praktik kecurangan mantan pejabat MA Zarof Ricar terungkap, Kejagung juga harus mengawasi PK Mardani H. Maming yang Tengah berjalan di MA. Sebab, PK yang diajukan mantan Bupati Tanah Bumbu itu layak ditolak. Bila keputusan yang diberikan justru sebaliknya, maka Keputusan itu patut untuk dipertanyakan.
Pengacara Mardani Maming, Andreas Dony Kurniawan, keberatan kliennya dikaitkan dengan perkara Zarof Ricar. Sebab Mardani tidak pernah berhubungan dengan Zarof, bahkan tidak mengenal mantan pejabat Mahkamah Agung itu. “Keberadaan Zarof Ricar yang diduga sebagai makelar kasus, harus dipahami dalam konteks industri hukum,” kata Andreas dalam keterangan tertulis yang diterima Tempo pada 31 Oktober 2024.
Dalam konteks itu, kata Andreas, makelar kasus bukan hanya bisa dimanfaatkan oleh terdakwa untuk meringankan hukuman. Sebaliknya, makelar kasus bisa juga dimanfaatkan oleh pihak lain untuk memperberat hukuman bagi terdakwa. “Telah menjadi rahasia umum bahwa makelar kasus biasanya bekerja dalam industri hukum yang apapun cara asalkan hasilnya sesuai dengan kepentingan makelar kasus,” kata Andreas.
ANTARA | DINDA SHABRINA
Pilihan Editor: KY Surati MA Soal PK Mardani Maming, Pemantauan Persidangan