TEMPO.CO, Jakarta - Angota Komisi I DPR dari fraksi Partai Golkar Fayakhun Andriadi diduga menerima duit fee sebesar US$ 927.756 atau sekitar Rp 12,8 miliar dari Direktur PT Merial Esa Fahmi Darmawansyah untuk membuka blokir penganggaran drone dalam proyek pengadaan satelit monitoring di Badan Keamanan Laut atau Bakamla RI.
"Pada saat itu kami transfer kurang lebih hampir 1 juta dolar AS, kurang dari 1 juta dolar AS," kata saksi Adami Okta dalam sidang untuk terdakwa Kepala Biro Perencanaan dan Organisasi Bakamla Nofel Hasan di pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu, 10 Januari 2018.Adami adalah bagian operasional PT Merial Esa.
Nofel Hasan didakwa menerima 104.500 dolar Singapura atau sekitar Rp 1,045 miliar dari Fahmi Darmawansyah karena memenangkan perusahan Fahmi dalam pengadaan drone dan satellite monitoring di Bakamla serta mengusahakan anggaran drone.
Baca juga: Eks Pejabat Bakamla Didakwa Terima Suap 104.500 Dolar Singapura
Dalam dakwaan dijelaskan Nofel bersama dengan Ali Fahmi alias Fahmi Habsyi selaku staf khusus bidang Perencanaan dan Anggaran Kepala Bakamla Arie Soedewo membuat anggaran pengadaan monitoring satellite senilai Rp 402,71 miliar dan drone senilai Rp 580,468 miliar.
Namun, anggaran drone masih dibintangi di Komisi I DPR, artinya anggaran itu tidak dapat digunakan sebelum syarat-syarat tertentu dipenuhi.
"Anggarannya masih dibintangi jadi tidak bisa jalan. Pak Fahmi minta pertanggungjawaban dari Pak Habsyi bagaimana dengan proyek yang dijanjikan, tapi ternyata jawabannya seperti itu," ungkap Adami.
Agar anggaran dapat diloloskan maka Fahmi pun memerintahkan Adami untuk bekerja sama dengan anggota DPR.
"Dari komisi I Pak Fayakhun Andriadi, dari fraksi partai Golkar. Saya tidak tahu bagaimana 'deal' awalnya, tapi yang pasti ada pembicaraan antara Habsyi, Fahmi Darmawansyah, dan Pak Fayakhun itu untuk pengurusan anggaran ini," tambah Adami.
Ia pun mendapat tugas untuk mentransfer sejumlah uang ke rekening yang disediakan Fayakhun meski tidak langsung ke Fayakhun karena melalui Managing Director PT Rohde and Schwarz Erwin Arif.
"Komunikasi melalui perantara Pak Erwin Arif, dia sebagai vendor PT Rohde and Schwarz, perusahaannya juga teman Pak Fayakhun. Jadi alirannya ke saya karena Pak Fayakhun saat itu komunikasi ke pak Fahmi Darmawansyah. Waktu itu sempat juga pak Fayakhun minta nomor telpon Ali Fahmi ke saya, konfirmasi nomer teleponnya yang mana, saya kasih, cuman katanya menghubungi tidak pernah bisa. Jadi akhirnya dia menghubungi Erwin, untuk meneruskan pesan kepada saya, untuk saya meneruskan pesan ke Pak Fahmi," kata Adami.
Pembicaraan Fayakhun dan Adami juga ditunjukkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam sidang.
Baca juga: Kasus Suap Satelit Bakamla, Nofel Hasan Naik ke Tahap Penuntutan
Pembicaraan antara Fayakhun dan Adami: 29 April 2017 yaitu: Fayakhun Andriadi : saya setuju aja bro. Krn bakamla bisa dapet sampai 3000. Kan wajar bila fahmi dapet 400+450 = 850. Saya akan kawal bro, kalau bro juga komit slot tsb (yg utk teman-teman diberesin).
Pembicaraan antara Fahmi Darmawansyah dan Adami: Rp 1,22 triliun dibagi Rp 13.150 (harga 1 dolar AS) = 92,775,665 USD 1 persen = 92,775,665 = 927,756 USD
Adami: sudah ditransfer 300.000 USD berarti kekurangannya 627,756 USD.
Pembicaraan antara Fayakhun dan Erwin Arif pada 10 Mei 2017.
Fayakhun Andriadi: Bro Apakah sdh ada salinan transfer yg ke jpmorgan?
Erwin Arief: Ok bro aku check ke Dami lagi
Fayakhun Andriadi: OK bro minta tolong ya bro
"Iya, jadi sebenarnya Fayakhun mengirim untuk Pak Fahmi, tapi ditujukan ke pak Erwin. Erwin mengirim ke saya, ya saya cuma kopi terus kasih ke Pak Fahmi." jelas Adami.
Fayakhun sebelumnya diperiksa KPK pada Rabu 27 Desember 2017. Ia sudah dicegah ke luar negeri sejak 20 Juni 2017.