TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto ogah mengomentari dibukanya sejumlah dokumen Amerika Serikat tentang sejarah perjuangan kemerdekaan Papua. Wiranto mengatakan tak akan mengungkit kembali sejarah tersebut. "Itu masalah lama, saya enggak mau ungkit-ungkit lagi," kata Wiranto di kantor Kementerian Koordinator Politik, Jakarta, Jumat, 15 Desember 2017.
Sebelumnya, Amerika kembali membuka dokumen tentang peristiwa yang terjadi di Indonesia pada 1960-an. Salah satu arsip yang telah dideklasifikasi adalah perjuangan Papua meraih kemerdekaan. Dokumen itu mencatat Papua telah meminta Amerika mendanai dan memberikan senjata untuk perang melawan tentara Indonesia pada pertengahan 1960.
Baca: Dokumen AS Soal Papua Disebut Kado Sejarah untuk Indonesia
Dokumen-dokumen itu juga merekam keluhan orang Papua pada saat terjadi bentrok dengan pasukan keamanan Indonesia. Para nasionalis Papua telah menarik perhatian di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).
Dokumen itu juga mencatat ada sekitar 1.000 orang Papua yang hak pilihnya dicurangi untuk memperkuat kontrol Indonesia pada 1969. Sebelum aneksasi, Belanda menyatakan tidak keberatan jika Papua mempersiapkan pemerintahannya sendiri. Pada 1967, Amerika membantu perusahaan pertambangan, Freeport, mengeksploitasi deposit tembaga dan emas yang kaya di Papua.
Simak: AS Buka Dokumen Soal Perjuangan Kemerdekaan Papua
Bagi pengacara hak asasi manusia, Veronica Koman, pembukaan dokumen sejarah perjuangan kemerdekaan Papua adalah kado sejarah bagi Indonesia. Menurut dia, ini menjadi utang politik yang harus diselesaikan.
Ia juga menilai dokumen yang dikeluarkan Amerika itu kembali membuka sejarah kelam Indonesia dalam pelanggaran HAM. Sama halnya seperti dugaan pelanggaran HAM dalam peristiwa G-30-S 1965. “Ini sebuah hadiah bagi bangsa Indonesia, dalam arti utang politik sejarah yang harus diselesaikan," ucap Veronica, beberapa waktu lalu.
ARKHELAUS W. | M. YUSUF MANURUNG