TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Alvon Kurnia Palma mempermasalahkan tuntutan untuk para terdakwa kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II, Cebongan, Sleman. Tuntutan 8-12 tahun bagi tiga terdakwa kasus itu dianggap terlalu ringan. Pasalnya, para terdakwa telah melakukan pembunuhan berencana.
"Pembunuhan berencana sanksinya paling tinggi seumur hidup atau hukuman mati," kata Alvon ketika dihubungi Rabu, 31 Juli 2013. Rendahnya tuntutan itu, lanjutnya, bisa menimbulkan rasa ketidakadilan di pihak korban.
Direktur Program Imparsial, Al Araf, sudah memprediksi bila sanksi yang diberikan kepada terdakwa kasus Cebongan bakal ringan. Sebab, menurut dia, peradilan militer Indonesia tidak menerapkan prinsip fair trial atau pengadilan yang adil. "Ini bisa menjadi preseden buruk ke depannya," ucapnya.
Sebelumnya, oditur di Pengadilan Militer II-11 Yogyakarta menuntut tiga terdakwa dalam kasus penyerangan Lembaga Pemasyarakatan Kelas II Sleman (LP Cebongan). Tuntutan tertinggi ditujukan kepada Sersan Dua Ucok Tigor Simbolon, eksekutor penembak mati empat tahanan itu, yang dituntut hukuman penjara selama 12 tahun. Selain Ucok, Sersan Dua Sugeng Sumaryanto dituntut 10 tahun. Sedangkan Kopral Satu Kodik dituntut dengan 8 tahun penjara. Mereka juga diminta supaya dipecat dari dinas kemiliteran. Mereka dianggap telah melakukan pembunuhan berencana dan tidak menaati perintah atasan.
SUNDARI
Terpopuler:
Joe Taslim Pindah Agama Demi Cinta
Berseteru dengan Ahok, Haji Lulung Pergi Umrah
Bang Ucu: PKL Bongkar Sendiri atau Saya Bakar
Briptu Rani Resmi Dipecat Polda Jawa Timur
SBY ke Lumajang, Dukun Semeru Dikerahkan