Singapura memberlakukan aturan pengendalian tembakau secara ketat. Mereka antara lain menerapkan Kawasan Tanpa Rokok, pelarangan total iklan rokok dan sponsor, serta larangan menjual rokok di bawah usia 21 tahun. Setiap orang atau badan yang melanggar aturan itu mendapatkan denda yang tak sedikit.
Bima yang menjadi satu dari dua ketua Wali Kota atau Bupati Asia Pasific Cities Alliance for Tobacco Control (AP-CAT) ini menjelaskan, ketertinggalan Indonesia salah satunya disebabkan kondisi demografis dan geografis suatu daerah. “Di Indonesia ada kepentingan industri rokok dan juga faktor kultur, yaitu masih banyak orang yang merokok,” ujarnya. Tak jarang, ia menambahkan, ketika kepala daerah hendak menerapkan aturan kesehatan ini banyak tentangan muncul dari industri dan masyarakat sendiri.
Menurut Bima, jika belajar dari Singapura, ada tiga langkah pengendalian tembakau yang bisa dilakukan Indonesia. “Pada ranah kebijakan atau struktural, ranah kebiasaan atau kultural, dan ranah finansial yaitu komitmen penganggaran yang cukup,” ucapnya.
Jika serius mengikuti cara Singapura, kata Bima, pemerintah harus satu suara dengan semua komponen. “Di kementerian, seharusnya antara Kementerian Kesehatan, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, dan Kementerian Perindustrian harus bekerja sama dengan baik,” tuturnya. Pemerintah pun harus bergandengan tangan dengan para pemimpin agama, tokoh masyarakat, dan lembaga swadaya masyarakat.
Bima mengatakan di luar hal itu, persoalan pengendalian tembakau harus mulai menjadi isu utama seperti isu-isu lain. “Saya dan Pak Hasto Wardoyo (Bupati Kulon Progo) ingin membangun jaringan aliansi dengan daerah lain membuat aturan Kawasan Tanpa Rokok,” katanya.
Bupati Kulon Progo Hasto Wardoyo menyatakan pemerintah harus rasional melihat belanja rokok keluarga miskin dibandingkan pengeluaran untuk kebutuhan pokok, kesehatan, dan pendidikan. “Saat pemerintah katanya lebih mengutamakan kepentingan perlindungan petani tembakau, di sisi lain kita masih impor dan kesehatan menurun karena uang dipakai untuk beli rokok dibandingkan gizi yang bagus,” ujarnya.
Bupati Kebumen Yahya Fuad menyatakan sejak menjabat pada 2016, ia langsung meluncurkan Gerakan Anti Merokok. Penyebabnya prevalensi merokok di Kebumen tinggi dan kami ini daerah termiskin kedua setelah Wonosobo di Jawa Tengah,” ucapnya. Ia juga mengamati, rokok berkontribusi terhadap kemiskinan di daerahnya.
ISTIQOMATUL HAYATI (Singapura)