TEMPO.CO, Jakarta - Pemilihan hakim agung kembali digelar. Dari nama-nama yang sudah mendaftar sejauh ini, Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menemukan beberapa di antaranya bermasalah yang tak layak lolos seleksi administrasi.
"Ada beberapa nama yang terbukti memiliki track record tidak bagus. Seharusnya mereka tidak lolos," kata peneliti dari Indonesia Legal Roundtable, Erwin Natosmal Oemar, di Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Minggu, 27 Maret 2016.
Meski demikian, Erwin enggan menyebutkan nama-nama calon bermasalah tersebut. "Kami akan laporkan sebelum nama-nama itu diserahkan ke DPR," ucapnya.
Saat ini ada 83 nama yang lolos seleksi administrasi. Tahapan kedua adalah tes kualitas dengan membuat makalah, disusul tes kepribadian dan wawancara terbuka di Komisi Yudisial. Terakhir, delapan nama yang lolos seleksi akan diserahkan ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk disetujui atau tidak.
Selain menemukan nama yang bermasalah, KPP menemukan nama-nama yang tak sesuai dengan kompetensi yang dimilikinya. Erwin mencontohkan, ada akademikus hukum perdata yang mendaftar menjadi hakim agung di kamar pidana. "Bisa dibayangkan orang yang selama ini bergelut di bidang perdata malah terjun ke pidana?" ujarnya.
Peneliti dari Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Miko Ginting, menuturkan prasyarat minimum yang dimiliki seorang hakim agung adalah harus kompeten, kredibel, dan berintegritas. Sayangnya, kata dia, proses seleksi hakim agung belum maksimal menilai unsur-unsur tersebut.
MAYA AYU PUSPITASARI