TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Agung Muhammad Prasetyo akhirnya menyatakan pemeriksaan politikus Partai Golkar Setya Novanto tak perlu izin dari Presiden Joko Widodo.
"Kami memutuskan pemanggilan Setya Novanto tak perlu izin Presiden," kata Prasetyo kepada Tempo, Kamis, 7 Januari 2016.
Namun, dia tak mengungkapkan waktu pemanggilan Ketua Fraksi Partai Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat itu. Dia berharap penyelidikan kasus yang terkenal dengan sebutan "Papa Minta Saham" ini segera menemukan titik terang. Peningkatan pengusutan ke tahan penyidikan, antara lain menunggu hasil pemeriksaan Novanto. "Kami inginnya lebih cepat lebih baik," ujar Prasetyo, yang menjabat Jaksa Agung atas usulan Partai NasDem.
Setelah pengusutan sampai tahap penyidikan, Prasetyo meneruskan, penyidik langsung memburu pengusaha minyak M. Riza Chalid yang dikabarkan sedang di luar negeri. "Kami upayakan kejar Riza Chalid."
Sebelumnya, Prasetyo berkeras pemanggilan Setya Novanto dalam kasus permufakatan jahat untuk melakukan korupsi dalam lobi perpanjangan kontrak karya PT Freeport Indonesia harus dengan izin Presiden Jokowi. Menurut dia, itu karena Setya Novanto adalah anggota DPR.
Adapun Saldi Isra, Ahli Hukum dari Universitas Andalas, berpendapat pemanggilan tak perlu izin Jokowi karena kasusnya tindak pidana khusus. Aturan itu jelas tertulis dalam Pasal 245 Ayat 3 huruf C Undang-Undang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3).
Prasetyo semula berpegang pada Pasal 224 Undang-Undang MD3. Namun, menurut dia, setelah pendalaman terdapat Pasal 245 Ayat 3 huruf C yang mengecualikan permintaan izin Presiden salah satunya jika berkaitan dengan tindak pidana khusus, termasuk korupsi.
Prasetyo punya pertimbangan lain, yakni pada saat Setya Novanto bertemu dengan Presiden Direktur Freeport Maroef Sjamsoeddin untuk lobi perpanjangan kontrak karya tak ada kaitan dengan jabatannya sebagai Ketua DPR kala itu. Sekretaris Jenderal DPR Winantuningtyastiti kepada tim Kejaksaan Agung menyatakan, pertemuan dengan Maroef tidak terjadwal dalam agenda dinas Ketua DPR. "Karenanya tidak ada izin Presiden," katanya.
Tim penyelidik telah meminta keterangan 16 saksi. Mereka di antaranya Maroef, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said, Deputi I Bidang Pengendalian Pembangunan Program Prioritas Kantor Staf Presiden Darmawan Prasodjo, dan Dina anggota staf Setya Novanto. Kejaksaan juga telah meminta keterangan Komisaris Freeport sekaligus mantan Jaksa Agung, Marzuki Darusman, dan Sekjen DPR Winantuningtyastiti.
Kasus Setya Novanto ini terungkap setelah Sudirman Said melaporkan lobi itu kepada Mahkamah Kehormatan DPR. Dalam lobi-lobi di Hotel Ritz-Carlton Jakarta pada Juni 2015, hadir pula Riza Chalid.
Dalam lobi itu, Setya Novanto meyakinkan Maroef bahwa Menkopolkam Luhut Binsar Pandjaitan bisa membantu dan perlu 20 persen saham Freeport untuk Jokowi dan Wakil Presiden Kalla. Setya Novanto bahkan meminta investasi dalam proyek Pembangkit Listrik Tenaga Uap Urumuka, Papua.
Majelis Kehormatan Dewan memutuskan, Setya Novanto melakukan pelanggaran sedang tapi tak ada sanksi yang dijatuhkan. Setelah putusan itu, Setya Novanto mengundurkan diri dari jabatan Ketua DPR. Namun, Golkar mendapuk dia menjadi Ketua Fraksi Golkar di DPR.
LINDA TRIANITA