TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Teten Masduki, yang kini menjadi Kepala Staf Presiden, punya kenangan manis dengan Adnan Buyung Nasution. Tak hanya soal disertasi Buyung di Utrech tapi juga ia pernah diberi jas bermerek, yang menyelamatkannya dari dingin dan dipakainya belakangan untuk menikah.
Kisah itu terjadi saat Teten bersama Adnan Buyung di Hamamet, sebuah kota di tepi pantai tujuan para pelancong di Tunisia pada 1990.
"Waktu itu, saya dikirim oleh Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) untuk mengikuti kursus selama tiga bulan untuk para kandidat pemimpin NG di seluruh dunia," kata Teten dalam pesan singkatnya, Rabu, 23 September 2015.
Teten mengenang saat itu Adnan Buyung merupakan salah satu pengajar dengan topik Gerakan Bantuan Hukum di Indonesia. "Karena gerakan konsep bantuan hukum struktural yang dirintis Bang Buyung di Indonesia dijadikan model oleh banyak pergerakan di banyak tempat," ujar Teten.
Teten mengatakan saat itu juga Adnan Buyung sedang menyelesaikan kuliah doktornya di Utrech, Belanda. Setelah kantor advokat di Jakarta harus tutup karena kegiatannya melawan penguasa. "Jadi hampir setiap hari seusai kursus itu pada malam hari, kami duduk berdua di depan komputer dan menulis disertasi beliau lembar per lembar dan dikirim ke sekretaris Bang Buyung di Belanda," kata Teten menuturkan.
Saat itu, kata Teten, Buyung berbicara secara lisan dan kemudian diketiknya. "Acapkali terjadi diskusi yang alot mengenai konsep yang akan ditulis," ujar Teten mengenang. Setelah itu, kata dia, Buyung mengajak jalan santai menikmati suasana petang yang Indah di Hamamet. "Dan mentraktir saya makan yang enak."
Tak hanya itu, Teten juga mengingat bagaimana dia memiliki jas pertama kalinya. Dia menuturkan saat itu, Adnan Buyung menanyakan kepadanya, "Kamu bawa jas? Ini mau masuk musim dingin," kata Buyung yang dituliskan kembali oleh Teten. Teten mengaku saat itu tidak punya jas dan hanya membawa jaket.
"Lalu dia buka jas yang dipakainya dan dikasih ke saya. Jas itu pula yang saya pakai waktu saya menikah pada tahun 1995," ujar dia. "Dan sampai sekarang saya koleksi sebagai kenangan dari tokoh pergerakan kemanusiaan yang saya hormati."
Teten menilai Buyung merupakan orang yang memilik hati yang bersih. Juga selalu ringan tangan membantu orang yang membutuhkan. "Sebelum meninggalkan saya di Tunisia kembali ke Belanda, Bang Buyung juga memberi uang USD 300 dan menyuruh saya memberi pakaian yang pantas. Soal ini saya tahu betul maksudnya, karena Bang Buyung selalu berpakaian necis."
Di akhir kisahnya akan Buyung, Teten berdoa, "Semoga ajaran, jasa-jasa, dan kebaikan Bang Buyung untuk kemajuan gerakan HAM dan demokrasi di Indonesia, tetap dikenang oleh kita semua dan mendapat tempat di sisi Allah SWT. Amin."
REZA ADITYA