Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Diaspora Jawa, Tentang Perantau yang Tak Mau Ilang Jawane  

image-gnews
Putri pertama Sri Sultan HB X, GKR Mangkubumi (kedua dari depan), tampil dalam pementasan wayang orang memperingati Jumenengan Dalem di pagelaran keraton Yogyakarta, 18 Mei 2015. Ia telah ditetapkan sebagai Putri Mahkota oleh Sultan awal Mei lalu.  TEMPO/Pius Erlangga.
Putri pertama Sri Sultan HB X, GKR Mangkubumi (kedua dari depan), tampil dalam pementasan wayang orang memperingati Jumenengan Dalem di pagelaran keraton Yogyakarta, 18 Mei 2015. Ia telah ditetapkan sebagai Putri Mahkota oleh Sultan awal Mei lalu. TEMPO/Pius Erlangga.
Iklan

TEMPO.CO, Yogakarta - Tresya Yuliana Fitri, pelatih yoga yang telah 10 tahun tinggal di Polandia, bercerita kepada Tempo, terbiasa mengenalkan makanan ala Jawa, seperti oseng-oseng lombok ijo dan resoles, kepada suaminya. “Beruntung suami saya sangat adaptif. Tidur di atas kloso (tikar) saja mau,” ujarnya.

Setiap kembali ke Indonesia, dia mengaku tak canggung berbicara dengan bahasa ibu. “Meski berada di negeri orang, kalau bertemu sesama Jawa, ya, ngomong Jawa. Itu primordialisme kami,” katanya kepada Tempo pekan lalu.

Perempuan muda yang luwes menarikan berbagai tarian klasik Jawa itu hingga kini terbiasa mengenakan kebaya dan jarit. Bahkan dalam setiap perjalanan ke mana pun, Tresya menyisipkan kain jarit motif batik ke dalam tasnya sebanyak tiga helai.

Kain yang nyaman di kulit dan ringan di dalam tas itu cukup dililitkan sebagai pengganti celana panjang atau rok, baik saat ke pantai atau acara santai. Cukup dia kenakan jaket kulit untuk dipadukan dengan kain jarit itu.

Kedatangan Tresya bersama 10 orang Indonesia yang menetap di luar negeri ini dalam rangkaian penyelenggaraan Konferensi Diaspora Jawa I di Yogyakarta pada 15-16 Agustus 2015. Peserta konferensi datang dari di Polandia, Australia, Inggris, Singapura, Malaysia, New Caledonia, dan Suriname. Dalam pertemuan tersebut dibicarakan sejumlah yang bisa dilakukan dan dipersembahkan orang Indonesia di perantauan kepada negeri leluhurnya.

Layaknya masyarakat Jawa, para perempuan itu saling bercakap dalam bahasa Jawa dengan logat berbeda: Yogyakarta, Surakarta, bahkan Jawa Timur. Meski telah menetap di negara lain dan meninggalkan Indonesia dalam waktu yang lama, mereka mengaku tak ingin meninggalkan budaya tempat asalnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Diaspora lain, Lasmin George, yang tinggal di New Caledonia, mengaku senang bisa berkumpul dengan sesama perantau asal Jawa. Dia mengaku keturunan ketiga dari kakeknya yang asal Surakarta yang menetap di New Caledonia. “Aku melu seneng kumpul karo konco-konco (aku ikut senang berkumpul dengan teman-teman),” kata Lasmin.

Kanjeng Pangeran Haryo Wironegoro, sebagai Penasihat Diaspora Jawa, mengapresiasi orang Indonesia yang lama tinggal di luar negeri tapi masih mempertahankan budaya Jawa. “Kalau biasanya orang Jawa sekarang dikenal ilang Jawane, ini yang enggak ilang Jawane (tidak kehilangan kejawaannya),” katanya.

Dia mengatakan para perantau ini nantinya akan memberikan sumbangsih kepada negara dalam berbagai keahlian. “Ini wujud komitmen kami. Jangan sampai punya keahlian, tapi tidak diberikan untuk membangun Indonesia, terutama Yogyakarta,” ujarnya.

Sebaliknya, kata Wironegoro, pihaknya akan membantu jika para perantau membutuhkan tenaga ahli yang berhubungan dengan budaya Jawa. Misalnya, tenaga ahli batik, filosofi Jawa, atau tari. “Kami akan mengirim abdi dalem yang paham falsafah Jawa ke sana,” kata suami putri sulung Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Kanjeng Ratu Mangkubumi, ini.

PITO AGUSTIN RUDIANA

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

12 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Keraton Yogyakarta, Tahun Ini Tak Ada Rebutan Gunungan, Abdi Dalem Membagikan

Tahun ini, tradisi Grebeg Syawal tidak lagi diperebutkan tapi dibagikan oleh pihak Keraton Yogyakarta. Bagaimana sejarah Grebeg Syawal?


Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

13 hari lalu

Prosesi Grebeg Syawal yang digelar Keraton Yogyakarta di Masjid Gedhe Kauman Kamis 11 April 2024. Dok.istimewa
Tradisi Grebeg Syawal Yogya, Ini Alasan Gunungan Tak Lagi Diperebutkan Tapi Dibagikan

Keraton Yogyakarta kembali menggelar tradisi Grebeg Syawal dalam memperingati Idul Fitri 2024 ini, Kamis 11 April 2024.


78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

22 hari lalu

Gubernur Yogyakarta Sri Sultan Hamengkubuwono X menyebar udik-udik bagian dari acara Kondur Gongso di Masjid Agung Gedhe, Yogyakarta, (23/1). Upacara Kondur Gongso merupakan upacara dalam menyambut Maulud Nabi. TEMPO/Subekti
78 Tahun Sultan Hamengkubuwono X, Salah Seorang Tokoh Deklarasi Ciganjur 1998

Hari ini kelahirannya, Sri Sultan Hamengkubuwono X tidak hanya sebagai figur penting dalam sejarah Yogyakarta, tetapi juga sebagai tokoh nasional yang dihormati.


269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

43 hari lalu

Prajurit Keraton Yogyakarta mengawal arak-arakan gunungan Grebeg Syawal di halaman Masjid Gede Kauman, Yogyakarta, 18 Juli 2015. Sebanyak enam buah gunungan diarak dalam acara ini. TEMPO/Pius Erlangga
269 Tahun Yogyakarta Hadiningrat, Apa Isi Perjanjian Giyanti?

Perjanjian Giyanti berkaitan dengan hari jadi Yogyakarta pada 13 Maret, tahun ini ke-269.


Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

44 hari lalu

Ilustrasi Keraton Yogyakarta. Shutterstock
Menengok Sejarah 13 Maret sebagai Hari Jadi DIY dan Asal-usul Nama Yogyakarta

Penetapan 13 Maret sebagai hari jadi Yogyakarta tersebut awal mulanya dikaitkan dengan Perjanjian Giyanti pada 13 Februari 1755


Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

44 hari lalu

Tarian Beksan Trunajaya membuka Pameran Abhimantrana, Upacara Adat Keraton Yogyakarta yang digelar 9 Maret hingga 25 Agustus 2024. (Dok. Istimewa)
Keraton Yogyakarta Gelar Pameran Abhimantrana, Ungkap Makna di Balik Upacara Adat

Keraton Yogyakarta selama ini masih intens menggelar upacara adat untuk mempertahankan tradisi kebudayaan Jawa.


Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

59 hari lalu

Tradisi Ngapem Ruwahan digelar warga di Yogya sambut Ramadan. (Dok. Istimewa)
Mengenal Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta untuk Sambut Ramadan

Tradisi Ngapem Ruwahan di Yogyakarta mengajak saling memaafkan dan persiapan mental sebelum ibadah puasa Ramadan.


Arti Kemlinthi dalam Bahasa Jawa yang Viral di Sosmed dan Sinonimnya

19 Februari 2024

Arti kemlinthi dalam bahasa Jawa merujuk pada sifat sombong, sok, dan merasa paling bagus. Istilah ini viral di sosial media, terutama TikTok. Foto: Canva
Arti Kemlinthi dalam Bahasa Jawa yang Viral di Sosmed dan Sinonimnya

Arti kemlinthi dalam bahasa Jawa merujuk pada sifat sombong, sok, dan merasa paling bagus. Istilah ini viral di sosial media, terutama TikTok.


Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

12 Februari 2024

Serah terima uborampe atau sesaji mengawali Tradisi Labuhan Merapi di Kecamatan Cangkringan Sleman Minggu (11/2). Dok. Istimewa
Yogyakarta Gelar Tradisi Labuhan Gunung Merapi dan Pantai Parangkusumo

Upacara adat yang digelar Keraton Yogyakarta ini merupakan tradisi ungkapan rasa syukur terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan alam


Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

11 Februari 2024

Wisatawan berkunjung di kawasan Taman Sari, Yogyakarta, Minggu 25 Desember 2022. Kawasan Taman Sari yang dulunya sebagai tempat peristirahatan bagi Raja Keraton Yogyakarta tersebut ramai dikunjungi wisatawan saat libur Natal 2022. ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyasyah
Menelusuri Lokasi Serbuan Tentara Inggris ke Keraton Yogyakarta, Ini Jadwal dan Tiketnya

Dua abad lalu, Keraton Yogyakarta pernah dijarah tentara Inggris, tapi keraton tidak hancur dan mash bertahan sampai saat ini.