TEMPO.CO , Jakarta:Sidang praperadilan kasus calon Kepala Polri Komisaris Jenderal Budi Gunawan akan disorot tajam. Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki menyatakan akan mengawasi sidang pertama kasus ini yang akan digelar pada Senin, 2 Februari di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. "Kami akan hadir di sana untuk memantu persidangan," kata Suparman beberapa waktu lalu.
Budi Gunawan menggugat setelah ia ditetapkan sebagai tersangka kasus suap dan gratifikasi atas dirinya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Sidang ini menjadi penting karena bisa menentukan nasib Budi sebagai calon Kapolri yang sudah diloloskan oleh Dewan Perwakilan Rakyat, tapi ditunda pelantikannya oleh Presiden Joko Widodo.
Hampir semua ahli dan praktisi hukum berpendapat, penetapan tersangka bukan sebagai obyek praperadilan. Landasannya jelas: Undang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana. Pasal 77 undang-undang ini menyatakan:
"Pengadilan negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang:
a. sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan
b. ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.”
Wakil Ketua Mahkamah Agung, Suwardi, pun menyatakan gugatan ala Budi Gunawan terbilang langka. "Karena sesuai dengan Hukum Acara Pidana, objeknya adalah mengenai penahanan, penangkapan,"kata Suwardi, saat dihubungi Tempo, Sabtu, 31 Januari 2015. (Baca: Gugatan Praperadilan Budi Gunawan Sulit)
Hanya, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan rupanya pernah dua kali meloloskan gugatan praperadilan dalam kasus penetapan tersangka. Pertama saat meloloskan Bachtiar Abdul Fatah yang ditetapkan tersangka dalam kasus proyek bioremediasi PT Chevron Pacific Indonesia. (Baca: Kasus Bioremediasi Chevron Dianggap Mengada Ada)
Pada Desember 2012 lalu, Hakim Suko Harsono memutuskan penetapan tersangka Bachtiar tidak sah sehingga kejaksaan tidak bisa melanjutkan proses hukum di pengadilan tindak pidana korupsi. Mahkamah Agung akhirnya memberikan sanksi kepada hakim Suko.
Bukan cuma itu, pada 29 Agustus 2014, hakim PN Jakarta Selatan Muhammad Razzad mengabulkan gugatan praperadilan penetapan tersangka dengan pemohon Pimpinan Permata Hijau Group Toto Chandra. Toto ditetapkan tersangka oleh Direktorat Jenderal Pajak dalam tindak pidana perpajakan. (Baca: Putusan PN Jaksel Soal Pajak Diadukan ke KY)
Razzad mengabulkan gugatan itu dan mementahkan status tersangka Toto. Ditjen Pajak akhirnya melaporkan Razzad ke Komisi Yudisial, namun belum ada sanksi hingga saat ini. Kasus itu tetap diselidiki Ditjen Pajak.
INDRI MAULIDAR | TIM TEMPO