Sareh juga membantah telah menerima duit Rp 250 juta dari Setyabudi sebagai upah mempengaruhi penanganan banding kasus Bansos. Ia tidak mengetahui jika terdakwa Dada dan Edi turut membiayai acara perpisahan pensiun Sareh dengan PN Bandung di Hotel Horison, Kota Bandung, yang dikucurkan lewat Setyabudi. "Sama sekali tidak pernah," ujarnya.
Sareh juga mengakui pernah membahas perkara banding Bansos dengan Plt. Kepala Pengadilan Tinggi Jawa Barat Cristi Purnamiwulan. Namun itu bukan untuk merekayasa susunan majelis banding. "Cristi minta petunjuk kalau berkas perkara displit (terpisah) bagaimana penunjukan Majelisnya? Saya jawab, sesuai hasil Rakernas, untuk berkas yang displit ditunjuk satu majelis," kata dia.
Sareh membantah telah mempengaruhi Majelis putusan banding, baik kepada Fontian, Wiwiek, maupun Sinaga. "Fontian datang ke rumah hanya menyampaikan draf sambutan acara pisah-sambut saya. Saya tidak mempengaruhi," kata pria yang mengenakan hem warna abu-abu gelap dan jam tangan warna emas di tangan kiri.
Saat sidang, pimpinan sidang, hakim Nurhakim, beberapa kali mengingatkan jaksa KPK agar tak mencecar Sareh terlalu dalam. Alasannya, Sareh baru diperiksa sebagai saksi. "Terdakwanya kan mereka (Dada dan Edi). Jadi jangan melebar ke unsur-unsur lain. Yang disidang di sini adalah dakwaan jaksa. Bukan sidang soal izin tanah," ujar Nurhakim.
Nurhakim juga menolak permintaan jaksa penuntut agar Sareh tetap dihadirkan di ruangan sidang saat pemeriksaan Fontian dan Wiwiek. Setelah menghadirkan Sareh, sidang memeriksa kedua mantan majelis hakim banding kasus Bansos itu. Lega mendengar penolakan Nurhakim, Sareh melenggang tegap meninggalkan ruang sidang dengan kepala agak mendongak.
ERICK P. HARDI