TEMPO.CO, Ternate - Penyelundupan dan perdagangan satwa burung di Maluku Utara semakin memprihatinkan. Dalam setahun, sekurangnya 20 ribu burung berbagai jenis diselundupkan ke Filipina.
Menurut Darmin Hi Hasyim, Field Officer Burung Indonesia Maluku Utara, perdagangan satwa burung di Maluku Utara merupakan yang tertinggi di Indonesia. Bahkan beberapa jenis burung, seperti kakak tua putih dan burung bangkok kepala hitam, sudah terancam punah dan hilang.
"Saat ini beberapa habitat burung yang merupakan endemik Halmahera sudah kurang dari 1.000 ekor. Padahal, jika sudah mencapai titik tersebut, burung dikategorikan terancam punah," kata Darmin kepada Tempo, Rabu, 17 April 2013.
Menurut Darmin, perdagangan burung di Maluku Utara sendiri sebenarnya sudah terjadi sejak 1980. Kondisi itu mencapai puncaknya pada 1999. Bahkan, hingga tahun 2008, setidaknya sudah 8.677 burung paruh bengkok yang ditangkap dan diperdagangkan secara bebas. Jumlah itu terdiri dari spesies 112 ekor Cacatua alaba, 573 ekor Eclectus roratus, 1.281 ekor Eos squamata, dan 6.711 ekor Lorius garrulous.
"Saat ini kondisinya sudah sangat memprihatinkan. Apalagi, dari investigasi kami pada 2010 selama 11 bulan, pada 6 penangkap saja, ada 796 burung paruh bengkok telah ditangkap. Padahal, di Maluku Utara, ada lebih dari 100 penangkap burung. Karena itu, harapan kami, pemerintah bisa turun tangan melindungi satwa tersebut," ujar Darmin.
Hal senada diungkapkan Albert, salah seorang staf Badan Konservasi Sumber Daya Alam Resort Tobelo Halmahera Utara. Menurut dia, perdagangan satwa burung saat ini sudah mencapai titik tertinggi. Pelaku perdagangan satwa pun selalu bertambah setiap tahun. "Kami saja sulit mencegah. Apalagi tenaga dan fasilitas kami terbatas. Tapi memang perdagangan satwa burung harus kita hentikan," ujar Albert.
Dari penelusuran Tempo, perdagangan satwa burung di Maluku Utara banyak dilakukan di wilayah terpencil yang jauh dari jangkauan aparat kepolisian. Aksi penyelundupan ke luar negeri pun dilakukan dengan mengambil jalur utara Halmahera menuju Morotai dan Davao, Filipina. Modus yang digunakan memakai kapal nelayan tradisional. Beberapa wilayah, seperti Galela, Halmahera Utara; dan Buli, Halmahera Timur; kerap menjadi pusat transaksi.
BUDHY NURGIANTO
Berita lainnya:
Hakim Setyabudi Diduga Menerima Gratifikasi Seks
Bom Boston, Siapa Sosok Misterius di Atap Gedung
Bom Boston Dikemas dalam Panci Tekanan Tinggi
Pelaku Bom Boston Marathon Diburu ke Ujung Dunia