TEMPO.CO, Jakarta - Dana Bantuan Operasional Sekolah atau dana BOS untuk pesantren tahun anggaran 2024 sudah mulai dicairkan. Untuk Tahap I, jumlahnya mencapai Rp 220 miliar.
Tahun ini, Direktorat Jenderal Pendidikan Islam Kementerian Agama mengalokasikan anggaran dana BOS Pesantren sebesar Rp 340,5 miliar. Sebanyak Rp 28,017 miliar untuk Pesantren Ula (setara Madrasah Ibtidaiyah/MI), Rp 178,970 miliar untuk Pesantren Wustha (setara Madrasah Tsanawiyah/MTs), dan Rp 133,511 miliar untuk jenjang ‘Ulya (setara Madrasah Aliyah/MA).
“Program BOS Pesantren adalah salah satu bukti kehadiran negara terhadap pesantren yang selama ini terus memberikan perhatian,” kata Plt Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Ditjen Pendidikan Islam, Waryono Abdul Ghafur di Jakarta, dikutip dalam laman resmi Kemenag, Jumat, 26 April 2024.
Waryono mengatakan, Pesantren sudah dapat melakukan proses pencairan dengan membawa tanda bukti persyaratan pencairan BOS> Persyaratan itu sesuai petunjuk teknis atau juknis ke Bank yang telah ditentukan.
Menurut Waryono, dana BOS harus dibelanjakan dan digunakan dengan baik dan optimal. Penggunaannya juga harus tepat dan akuntabel. “Prioritaskan untuk kebutuhan mendasar pesantren,” ujarnya.
Selain dana BOS, Kemenag telah menyalurkan dana Program Indonesia Pintar (PIP) Pesantren sebesar Rp 50 miliar. Kepala Subdirektorat Pendidikan Kesetaraan Direktorat PD Pontren, Anis Masykhur, menyebutkan, BOS Pesantren disalurkan kepada lembaga Pendidikan Diniyah Formal (PDF), satuan Pendidikan Muadalah (SPM), dan Pesantren Salafiyah penyelenggaran Pendidikan Kesetaraan (PKPPS).
Pemberian dana BOS Pesantren bertujuan membantu biaya operasional penyelenggaraan pendidikan pesantren dalam rangka peningkatan akses santri dan membantu peningkatan mutu pembelajaran dan pemenuhan Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang menjadi tanggung jawab satuan Pendidikan. “Untuk anggaran PIP, diperuntukkan bagi santri yang dinilai berprestasi namun berasal dari keluarga harapan (PKH),” kata Anis.
Pilihan Editor: Pengamat Pendidikan Nilai Usul Penghapusan KJP Plus Tidak Realistis