TEMPO.CO, Maros - Bakteri Antrax yang menyerang sapi milik warga di Desa Ma'rumpa dan Desa Tellupoccoe, Kecamatan Marusu, belum bisa dikendalikan secara maksimal. Bahkan, Komisi B Bidang Peternakan, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Sulawesi Selatan, menemukan bangkai sapi yang telah dikuliti dan diduga telah dijual di Dusun Palisi Desa Tellupoccoe, Jumat 31 Agustus 2012.
Melihat kondisi sapi itu, anggota Komisi B, Yusa Rasyid Ali, menduga bahwa sapi itu mengidap penyakit antrax. "Pemerintah setempat harus mengambil tindakan serius karena sangat membahayakan warga,” kata Yusa Rasyid Ali, usai melihat sisa kulit dan tulang bangkai sapi tersebut.
Kepala Seksi Kesehatan Hewan Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Kabupaten Maros, Isdardjid Madjid mengatkan, pihaknya sudah minta camat dan kepala desa agar melapor ke polisi terkait penemuan bangkai ini. “Sapi yang dikuliti dan telah diambil dagingnya itu positif terkena antrax dan orang yang menguliti bangkai itu sudah pasti terjangkit bakteri antrax," kata Isdarjid.
Dia mengatakan, pihaknya sudah umumkan melalui masjid- masjid dan sosialisasi ke rumah warga. Namun upaya ini gagal karena warga yang sapinya mati memilih menjualnya dengan harga lebih murah dari pada dibiarkan mati begitu saja. “Mereka tidak pernah melapor," kata Isdarjid.
Dokter hewan Intisaman, dari pihak Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Propinsi Sulawesi Selatan, mengatakan bahwa daerah yang terkena antrax maka selama kurang lebih 50 tahun tidak akan pernah bebas dari bakteri ini. "Sapi yang terkena antrakx tidak bisa dibedah karena bakteri antrax ada didalam darah, jika terkena udara maka bakteri itu mampu bertahan karena membentuk spora yang lemudian dapat beterbangan," kata Intisaman.
Baca Juga:
Sapi yang terinfeksi bakteri antraks, menurut Intisaman, akan mengalami proses penyembuhan yang agak lama dengan masa inkubasi 14 hari. Jika dagingnya dikonsumsi dengan memanaskan hingga 100 derajat akan aman, tetapi warga yang memotong, penjual, hingga pembeli yang besentuhan langsung dengan daging atau darahnya bisa tertular. “Menjadi persoalan berat karena sebagian besar warga, lebih memilih memotong sesegera mungkin dari pada mati begitu saja.”
Sementara itu Ketua Komisi B DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, Aerin Nisar mengatakan, dari hasil pertemuan dengan warga dan pihak Dinas Perikanan, Kelautan dan Peternakan Maros, jumlah sapi yang mati sudah mencapai 56 ekor. Namun yang terindikasi positif terkena antrax berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium hanya 8 ekor.
JUMADI