TEMPO.CO, Jakarta - Kasus antraks kembali muncul di Yogyakarta pada awal Ramadan 2024. Berdasarkan hasil investigasi Dinas Kesehatan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), terdapat 26 kasus suspek antraks yang menewaskan satu orang di Kabupaten Sleman dalam periode 8-12 Maret 2024. Selain Sleman, dalam periode sama, kasus antraks juga terdeteksi di Kabupaten Gunungkidul, yaitu sebanyak 19 kasus yang dua di antaranya menjalani rawat inap di rumah sakit.
Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X mengaku heran karena kembali muncul kasus antraks di Sleman dan Gunungkidul. Sultan juga menduga kasus ini kembali terjadi karena tradisi purak atau brandu yang berbahaya. Tradisi ini merupakan praktik masyarakat tetap nekat menyembelih hewan ternak untuk dikonsumsi dengan kondisi sudah mati.
“Kami herannya perilaku (purak/brandu) di masyarakat itu yang selalu berulang, mungkin perlu literasi yang baik kepada masyarakat peternak, bagaimana menjaga ternak dan dirinya sendiri agar antraks tidak terulang,” kata Sultan, pada 14 Maret 2024.
Sebab Antraks
Mengacu dinkes.jogjaprov.go.id, antraks terjadi karena bakteri bacillus anthracis. Bakteri ini mampu membentuk spora yang tahan lama dan dapat bertahan dalam kondisi ekstrem. Saat menemukan lingkungan yang cocok, spora akan berubah menjadi bentuk aktif dan berkembang biak. Lalu, bacillus anthracis akan menghasilkan racun yang sangat kuat dan berkontribusi pada gejala parah dari antraks. Setelah itu, antraks dapat menginfeksi hewan mamalia, seperti sapi, kambing, domba, dan manusia melalui tiga cara utama.
Adapun, tiga cara utama antraks dapat tersebar sebagai berikut, yaitu:
1. Antraks Kulit (Cutaneous Anthrax)
Cara yang paling umum terkena antraks adalah melalui kulit. Antraks terjadi ketika spora bacillus anthracis masuk ke dalam tubuh melalui luka atau goresan pada kulit. Penularan terjadi ketika seseorang menyentuh kulit, bulu, tulang, atau daging hewan yang terinfeksi. Namun, ada kemungkinan lain bahwa seseorang dapat terinfeksi antraks dari kontak langsung dengan luka kulit penderita lain.
2. Antraks Paru-Paru (Pulmonary Anthrax)
Antraks paru-paru atau pernapasan menjadi cara penularan yang paling berbahaya. Bentuk Meskipun sangat jarang terjadi, tetapi penularan ini butuh penanganan serius. Biasanya, infeksi terjadi ketika seseorang menghirup spora bacillus anthracis dari udara yang terkontaminasi.
3. Antraks Usus (Gastrointestinal Anthrax)
Penularan ini terjadi setelah mengonsumsi daging hewan yang terinfeksi atau mati akibat antraks, terutama ketika dimasak kurang matang. Namun, penularan ini jarang terjadi oleh manusia.
Jika terpapar dari penularan tersebut, seseorang segera pergi ke dokter untuk mendapatkan penanganan khusus. Jika tidak segera ditangani, antraks membawa dampak yang berbahaya. Bahkan, beberapa orang dapat meninggal dunia, jika antraks tidak ditangani baik dan cepat.
Dilansir Healthline, menurut Food and Drug Administration Amerika Serikat, terdapat beberapa bahaya antraks yang dialami oleh beberapa orang, yaitu:
- Kematian karena antraks kulit yang dialami 20 persen, jika tidak diobati.
- Kematian karena antraks usus yang dialami 25 sampai 75 persen.
- Kematian karena antraks paru-paru tanpa pengobatan efektif dialami 80 persen orang.
RACHEL FARAHDIBA R | PRIBADI WICAKSONO
Pilihan Editor: Wabah Antraks Gunungkidul, Apa Penyebabnya?