TEMPO.CO, Kudus - Akibat terjadinya penggundulan hutan di Gunung Muria, sekitar 25 sumber mata air yang mengalir ke daerah Kudus mengering. Pada musim kemarau saat ini, debit air rata-rata berkurang hingga 50 persen.
"Kurangnya air sehingga mempengaruhi kawasan bawah," kata Garno Sunarno, Ketua Paguyuban Hutan Gunung Muria, Kamis, 30 Agustus 2012.
Tanda berkurangnya sumber air, misalnya, dapat terlihat dari minimnya debit air terjun Monthel dan mengeringnya sumber air Buton. Di kawasan Gunung Muria, terdapat 63 ribu hektare hutan, 43 ribu hektare di antaranya kondisinya kritis.
Mengeringnya sumber air di gunung itu juga dipercepat adanya eksplorasi penjualan air gunung oleh sejumlah warga. Sedikitnya ada enam warga Desa Kajar yang saat ini melakukan usaha air dari gunung untuk kepentingan bisnis.
Usaha itu sudah dilakukan sejak 10 tahun terakhir tanpa dikenai restribusi oleh pemerintah Kudus. Mereka mengalirkan air dari mata air di Gunung Muria, kemudian ditampung dan dijual. Setiap hari, sekitar 35 truk tangki yang berisi 5.000 liter menggantungkan air dari Gunung Muria. Sepanjang hari setidaknya tujuh kali bolak-balik. Jika ditotal berkisar 1,225 juta liter per harinya.
"Pemerintah harus bertindak tegas karena kegiatan itu tergolong eksploitasi air," kata Edi Jupriyanto, tokoh warga Desa Kajar.
Menurut dia, jika dibiarkan, akan merusak alam, terutama Gunung Muria. Sedangkan mereka sendiri belum pernah memberikan kontribusi seperti menanam pohon sebagai penghijauan.
"Ini perlu ditertibkan dengan aturan," kata Khoirul Falah, Kepala Desa Colo, Kecamatan Dawe.
Menurut Khoirul Falah, debit air beberapa tahun lalu sekitar 7,5 liter per detik. Air pegunungan Muria kebanyakan untuk menyuplai 170 unit depot air minum di daerah Kudus, Pati, Jepara, dan kota lain.
Akibat mengeringnya sumber mata air itu, Waduk Seloromo di Kecamatan Gembong, Kabupaten Pati, ikut mengering. Waduk yang berkapasitas 9,5 juta meter kubik itu kini tinggal 500 meter kubik, hanya digunakan untuk pembasahan dinding waduk. Waduk itu mampu untuk mengairi sawah seluas 4.600 hektare di daerah Kecamatan Gembong, Pati, Juwana, dan Tlogowungu.
"Musim tanam III sudah selesai diairi," kata M. Zubaedi, Kepala Unit Pelaksana Teknis Wilayah Kota DPU Kabupaten Pati.
Di samping itu, air embung Ngemplak di Kecamatan Undaan, Kudus, juga mengering. "Debitnya berkurang 80 persen," kata Syafii, Kepala Desa Ngemplak.
Keberadaan embung itu sangat penting bagi cadangan irigasi untuk 400 hektare sawah di desanya. "Kami khawatir persiapan masa tanam I 2012-2013 akan terganggu karena wilayah kami akan memperoleh giliran terakhir irigasi dari Waduk Kedungombo," kata Syafii.
BANDELAN AMARUDIN