Rencana modifikasi tugas dan wewenang BIN sedang disiapkan dalam Rancangan Undang-undang Intelijen yang saat ini masih digodok di Komisi. Dalam rancangan yang menjadi inisiatif DPR itu, disebutkan adanya lembaga bernama Lembaga Koordinasi Intelijen Negara (LKIN), yang tugasnya mengkoordinasikan tugas lembaga-lembaga intelijen.
"Tidak perlu ada LKIN, ke BIN aja ndak ada masalah. Koordinasi itu bukan beri perintah lho ya. Tapi mengkoordinir seperti yang ada sekarang," kata Hasanuddin ketika ditemui di Gedung DPR, Kamis 31 Maret 2011.
Menurut Hasanuddin, biarlah BIN yang mengkoordinasi tugas lembaga-lembaga intelijen, bahkan hingga ke tingkat daerah. Keberadaan lembaga maupun struktur baru tidak diperlukan.
Kata Hasanuddin, dalam kerjanya nanti, BIN bisa bekerja sama dengan semua instansi yang diperlukan untuk proses pencegahan. Misal, dalam hal penangkapan, BIN harus berkoordinasi dengan kepolisian; jika ingin cegah tangkal, maka koordinasi dilakukan dengan aparat imigrasi.
Adapun kalau ingin mengecek keuangan atau harta kekayaan seseorang, lanjutnya, BIN dapat berkoordinasi dengan PPATK. "Tidak perlu di dalam BIN itu ada penangkap, pencegah tangkal, dan lainnya," kata dia.
Sebelumnya, BIN diprediksi akan mendapatkan tugas dan wewenang tambahan sebagai lembaga koordinasi intelijen. Dengan tambahan tugas baru ini, BIN tidak hanya harus mengurusi operasi intelijen, melainkan juga mengkoordinasikan kinerja lembaga-lembaga intelijen lainnya.
Keberadaan Lembaga Koordinasi Intelijen Negara disinggung dalam Pasal 9 Ayat 1 RUU Intelijen, dan dibahas secara khusus dalam Bagian VI rancangan, yakni dalam pasal 27 hingga pasal 33 tentang LKIN.
Namun, keberadaan LKIN mendapat sorotan dari sejumlah pihak, di antaranya Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), misalnya, menilai LKIN tak ubahnya BIN yang hanya berganti nama. Sebab, LKIN, yang harusnya hanya bertugas mengkoordinir dan mengurusi kebijakan, ternyata punya tugas operasional.
Seperti disebut dalam Pasal 29 Ayat 1 poin (c) RUU Intelijen, soal perencanaan dan pelaksanaan operasi teknis intelijen oleh LKIN. Adapula dalam Pasal 31 Ayat 1 yang menyebutkan secara eksplisit bahwa LKIN bisa melakukan intersepsi komunikasi (penyadapan) dan pemeriksaan aliran dana, yang dijabarkan lebih lanjut dalam ayat 2 hingga 4.
MAHARDIKA SATRIA HADI