TEMPO.CO, Jakarta - Survei yang dilakukan Kawula17 menemukan bahwa tingkat aktivisme politik masyarakat pada Pilkada 2024 masih rendah meski 90 persen mengetahui dan berencana untuk berpartisipasi.
Oktafia Kusuma, peneliti Kawula17, mengatakan mayoritas masyarakat hanya berperan sebagai penonton pasif, dan hanya sedikit yang terlibat aktif dalam kegiatan politik.
“Tidak ada pola atau perbedaan signifikan antara usia tertentu. Rendahnya tingkat aktivisme ini terjadi secara merata di seluruh lapisan usia, mulai dari yang muda hingga usia tua,” ujar Oktafia lewat keterangan tertulis, Kamis, 5 September 2024.
Sigi nasional yang dilkukan pada kuartal II tahun ini menemukan 90 persen masyarakat menyatakan mengetahui tentang Pilkada yang akan diadakan pada November 2024. Selain itu, tingkat antusiasme untuk berpartisipasi dalam Pilkada juga sangat tinggi, dengan 90 persen masyarakat berencana untuk menggunakan hak pilih mereka. Bahkan, 2 dari 5 pemilih telah menentukan pilihannya jauh sebelum kampanye resmi dimulai. Angka ini menunjukkan bahwa masyarakat Indonesia sangat antusias dan siap untuk berpartisipasi dalam Pilkada 2024.
“Di balik antusiasme yang tinggi terhadap Pilkada, tingkat aktivisme politik masyarakat Indonesia masih relatif rendah,” ujarnya.
Aktivisme merupakan tindakan untuk membawa perubahan politik atau sosial. Menurut survei, 62 persen masyarakat berada pada tingkat aktivisme politik yang rendah. Kelompok terbesar adalah "spectator" atau penonton (40 persen). Mereka adalah kelompok yang mengikuti perkembangan politik secara pasif dengan menonton berita atau membaca artikel tanpa terlibat langsung.
“Rendahnya aktivisme ini ditemukan di area pedesaan maupun perkotaan,” tutur Oktafia.
Ia mengungkapkan, hanya sedikit yang berada di kelompok "aktivis" (13 persen) dan "gladiator" (2 Persen). Kelompok ini adalah yang aktif dalam partai politik, pemilu, atau organisasi politik.
Survei ini juga menunjukkan bahwa mayoritas masyarakat tidak pernah atau jarang mengikuti acara-acara pertemuan warga yang membahas isu-isu lokal. Sebanyak 55 persen masyarakat menyatakan tidak pernah atau jarang mengikuti acara tersebut. Sementara hanya 16 persen yang sering atau sangat sering menghadiri pertemuan warga. Ini menunjukkan bahwa meskipun ada kesadaran dan antusiasme tinggi terhadap Pilkada, keterlibatan masyarakat dalam kegiatan politik sehari-hari masih perlu ditingkatkan.
“Temuan ini juga mengingatkan kembali pada kita bahwa masih banyak orang di sekeliling kita yang tidak peduli atau hanya menjadi penonton proses politik,” ujarnya. “Tantangannya adalah mendorong partisipasi konstituen untuk lebih aktif mendengar serta menyampaikan suara masyarakat dalam pembuatan kebijakan.”
Survei imengidentifikasi beberapa faktor yang dapat mendorong atau menghambat aktivisme politik di Indonesia. Faktor-faktor yang dapat mendorong aktivisme antara lain adalah akses terhadap informasi dan pendidikan politik yang lebih baik. Kemudian, masyarakat yang lebih sering mencari informasi saat pemilu cenderung lebih aktif dalam diskusi politik dan partisipasi organisasi sosial atau politik. Selain itu, adanya platform untuk berpartisipasi, seperti aplikasi Voting Advice Application (VAA) Kawula17, dapat membantu meningkatkan keterlibatan politik masyarakat.
“Alat bantu teknologi seperti VAA dapat mendorong partisipasi/keterlibatan aktif masyarakat dalam diskusi di lingkungan sekitar karena pendekatannya yang mudah digunakan,” kata Oktafia.
Di sisi lain, beberapa hal bisa menjadi faktor-faktor yang menghambat aktivisme politik termasuk apatisme terhadap sistem politik yang ada. Menurut Oktafia, masyarakat merasa bahwa suara mereka tidak akan mengubah apapun, sehingga mereka memilih untuk tidak terlibat.
Faktor lain adalah kurangnya pendidikan dan kesadaran politik masyarakat. Banyak orang yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup tentang politik dan hak-hak mereka sebagai warga negara, sehingga mereka kurang tertarik untuk terlibat dalam aktivitas politik.
Oktafia mengatakan tingkat aktivisme yang tinggi sangat penting untuk memastikan bahwa suara masyarakat didengar dan diperhitungkan dalam proses pengambilan keputusan politik.
“Aktivisme politik juga dapat mendorong akuntabilitas pemerintah dan partai politik, serta memperkuat demokrasi di Indonesia,” ujarnya.
Pilihan Editor: Pengamat Sebut Peluang Karier Politik Anies Baswedan Masih Bagus Meski Gagal Maju di Pilkada