TEMPO.CO, Jakarta - Setelah ramai demonstrasi “Kawal Putusan MK”, DPR usul untuk mengevaluasi Mahkamah Konstitusi (MK). Hal tersebut diungkap oleh Ketua Komisi II DPR RI dari fraksi Partai Golkar, Ahmad Doli Kurnia Tandjung.
Ia mengatakan bahwa lembaganya akan mengevaluasi posisi Mahkamah Konstitusi dalam jangka menengah dan panjang karena dianggap mengerjakan banyak urusan yang bukan menjadi kewenangannya.
“Nanti kami evaluasi posisi MK karena memang sudah seharusnya kami mengevaluasi semuanya tentang sistem, mulai dari sistem pemilu hingga sistem ketatanegaraan. Menurut saya, MK terlalu banyak urusan yang dikerjakan, yang sebetulnya bukan urusan MK," kata Doli dalam keterangan yang diterima di Jakarta, Kamis, 29 Agustus 2024 dikutip dari Antara.
Maksud Doli pun ia contohkan mengenai keputusan yang diketok oleh MK. Menurut Doli, salah satu contohnya mengenai pilkada. Seharusnya, kata dia, MK meninjau ulang Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, tetapi akhirnya MK turut masuk pada hal-hal teknis, sehingga dianggap melampaui batas kewenangannya.
"Di samping itu, banyak putusan-putusan yang mengambil kewenangan DPR selaku pembuat undang-undang. Pembuat undang-undang itu hanya Pemerintah dan DPR, tetapi seakan-akan MK menjadi pembuat undang-undang ketiga,” ujarnya.
Oleh sebab itu, ia mengatakan bahwa DPR akan mengubah hierarki tata urutan peraturan perundang-undangan karena putusan MK bersifat final dan mengikat.
"Akibatnya, putusan MK memunculkan upaya politik dan upaya hukum baru yang harus diadopsi oleh peraturan teknis, seperti halnya dengan putusan kemarin. Akan tetapi, ketika DPR mau mendudukkan yang benar sesuai undang-undang, muncul demonstrasi mahasiswa dan kecurigaan,” katanya.
Ia menambahkan, “Oleh karena itu, kami perlu melakukan penyempurnaan semua sistem, baik pemilu, kelembagaan dan ketatanegaraan.”
Ahmad Doli Membantah
Sehari setelahnya, Ahmad Doli menegaskan dirinya tidak pernah berbicara mengenai rencana evaluasi posisi Mahkamah dalam forum apa pun, dan dalam kapasitas apa pun, termasuk sebagai Ketua Komisi bidang Pemerintahan DPR. “Saya tidak pernah bicara seperti itu, keterangan dari mana ya itu?" kata Doli saat dikonfirmasi Tempo, Jumat, 30 Agustus 2024.
Komisi Pemerintahan dan DPR, ia melanjutkan, tidak memiliki kewenangan untuk mengevaluasi Mahkamah Konstitusi. DPR berposisi sebagai pembuat Undang-Undang sebagaimana diatur dalam Pasal 69 dan 70 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau UU MD3.
"Komisi Pemerintahan tidak punya kewenangan mengevaluasi keberadaan lembaga negara," ujar Doli.
Sebelumnya, pada Selasa 20 Agustus 2024, MK mengubah ambang batas pencalonan kepala dan wakil kepala daerah melalui Putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024. MK membatalkan Pasal 40 ayat (3) UU Pilkada dan menyatakan Pasal 40 ayat (1) UU Pilkada inkonstitusional bersyarat.
Lewat putusan tersebut, MK menyatakan partai politik yang tidak mendapatkan kursi di DPRD bisa mencalonkan pasangan calon kepala dan wakil kepala daerah. Penghitungan syarat untuk mengusulkan pasangan calon hanya didasarkan pada hasil perolehan suara sah partai politik atau gabungan partai politik dalam pemilu di daerah bersangkutan mulai dari 6,5 hingga 10 persen.
Selanjutnya, melalui Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024, MK menegaskan bahwa penghitungan syarat usia calon kepala daerah, dalam Pasal 7 ayat (2) huruf e UU Pilkada, harus terhitung sejak penetapan pasangan calon.
Selang sehari pasca putusan MK tersebut, yakni pada Rabu, 21 Agustus 2024, Baleg DPR menggelar rapat untuk membahas RUU Pilkada. Dalam rapat tersebut Badan Legislasi atau Baleg DPR memutuskan ambang batas syarat pencalonan kepala daerah tetap 20 persen kursi di parlemen. Putusan itu tertuang dalam draf revisi Undang-Undang (RUU) Nomor 10 tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota.
ANANDA RIDHO SULISTYA | ANTARA | NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI | YOHANES MAHARSO JOHARSOYO | ANDI ADAM FATURAHMAN
Pilihan Editor: DPR Ingin Evaluasi Posisi Mahkamah Konstitusi karena Lampaui Kewenangan Saat Uji Materi UU Pilkada