TEMPO.CO, Jakarta - Dalam kurun setahun terakhir, Mahkamah Konstitusi (MK) tercatat membuat sejumlah putusan menolak sederet uji materi maupun perkara konstitusional. Mulai dari perkara sengketa Pilpres 2024, uji materi batas usia pencari kerja, hingga batas usia kandidat kepala daerah.
Terbaru, MK menolak permohonan uji materi yang dilayangkanpaya eks Penyidik Senior Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Novel Baswedan dan kawan-kawan soal perubahan batas usia calon pimpinan atau Capim KPK. Mereka meminta kandidat boleh mendaftar meski usia di bawah 50 tahun.
“Dalam pokok permohonan, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Gedung MKRI, Jakarta pada Kamis, 12 September 2024.
Berikut sederet putusan MK yang menolak permohonan uji materi maupun perkara konstitusional:
1. MK Tolak sengketa Pilpres 2024
MK memutuskan menolak permohonan sengketa Pilpres yang diajukan oleh paslon nomor urut 01 Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar. Hal ini diucapkan oleh Ketua MK Suhartoyo saat membacakan amar putusan dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum pada 22 April 2024 di Gedung MK, Jakarta Pusat.
“Amar putusan. Mengadili: menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo sambil mengetuk palu sidang.
Di waktu berbeda, MK juga memutuskan menolak permohonan sengketa pemilihan presiden atau Pilpres yang diajukan oleh paslon nomor urut 03 Ganjar Pranowo dan Mahfud Md. “Amar putusan. Mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Suhartoyo sambil mengetuk palu sidang.
2. MK tolak uji materi batas usia pencari kerja
Akhir Juli lalu, MK menolak gugatan uji materi Pasal 35 Ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang diajukan oleh seorang warga Bekasi bernama Leonardo Olefins Hamonangan.
Dalam perkara Nomor 35/PUU-XXII/2024 itu, pemohon mempermasalahkan aturan dalam pasal tersebut karena dianggap memunculkan diskriminasi. Sebab, pihak perusahaan atau pemberi kerja dapat mengatur batas usia tertentu bagi pelamar pekerjaan.
Namun, MK menilai bahwa penentuan syarat usia, pengalaman, maupun latar belakang pendidikan dari pihak pemberi kerja saat mencari tenaga kerja bukanlah bentuk diskriminasi. “Amar putusan, mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pengucapan putusan pada Selasa, 30 Juli 2024.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat menyampaikan, tindakan diskriminatif terjadi apabila ada pihak pemberi kerja membeda-bedakan antara suku, ras atau etnis, agama ataupun golongan tertentu saat mencari tenaga kerja. Batasan bentuk diskriminasi itu juga telah diatur dalam Pasal 1 Angka 3 UU Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM.
“Sehingga menurut Mahkamah tidak terkait dengan diskriminasi dalam mendapatkan pekerjaan,” ucap Arief.
Selain itu, lanjut Arief, pengaturan mengenai larangan diskriminasi bagi tenaga kerja telah diatur secara tegas dalam dalam Pasal 5 UU Ketenagakerjaan. Meski begitu, terjadi dissenting opinion atau perbedaan pendapat di antara para hakim konstitusi yang menangani perkara tersebut.
3. MK tolak perubahan batas usai calon kepala daerah
MK menolak perubahan syarat batas usia untuk calon kepala daerah dalam pemilihan kepala daerah atau Pilkada. MK menegaskan bahwa syarat usia calon kepala daerah harus terpenuhi saat penetapan pasangan calon peserta Pilkada oleh Komisi Pemilihan Umum atau KPU.
Hal tersebut tertuang dalam pertimbangan hukum Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Perkara itu menguji konstitusionalitas Pasal 7 ayat (2) huruf e Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (UU Pilkada).
Dalam putusan itu, Wakil Ketua MK, Saldi Isra mengatakan bahwa sebagai penyelenggara, KPU telah menetapkan batas usia minimum calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah sesuai dengan batas usia minimum yang diatur dalam undang-undang. Karena itu, MK perlu menegaskan perhitungan pasti mengenai syarat batas usia tersebut.
“Berkenaan dengan ini, penting bagi Mahkamah menegaskan, titik atau batas untuk menentukan usia minimum dimaksud dilakukan pada proses pencalonan, yang bermuara pada penetapan calon kepala daerah dan calon wakil kepala daerah,” ujar Saldi Isra di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta, Selasa, 20 Agustus 2024 dikutip dari Antara.
Dengan adanya putusan ini, maka syarat batas usia untuk calon Gubernur dan Wakil Gubernur adalah 30 tahun saat ditetapkan sebagai calon peserta Pilkada oleh KPU. Sedangkan batas usia untuk calon Walikota dan Wakil Walikota serta calon Bupati dan Wakil Bupati adalah 25 tahun.
4. MK tolak uji materi batas usai capim KPK
Teranyar, MK menolak permohonan uji materi aturan syarat usia calon pimpinan atau capim KPK yang diatur Pasal 29 huruf e UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK. Permohonan itu diajukan sejumlah eks penyidik lembaga antirasuah tersebut, termasuk Novel Baswedan.
Amar itu tertuang dalam Putusan MK Nomor 68/PU-XXII/2024. “Dalam pokok permohonan, menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang di Gedung MKRI, Jakarta pada Kamis, 12 September 2024.
Dengan putusan tersebut, syarat usia capim KPK dipastikan tidak berubah. UU KPK tetap mengatur syarat usia capim adalah paling rendah 50 tahun dan paling tinggi 65 tahun.
Permohonan uji materi itu dilayangkan Novel bersama belasan bekas pegawai KPK lainnya pada penghujung Mei lalu. Mereka meminta batas usai Capim KPK diubah dari 50 tahun menjadi 40 tahun atau berpengalaman sebagai pegawai KPK minimal 5 tahun.
Uji materi dimaksudkan agar mereka yang terdepak dari lembaga antirasuah korban tes wawasan kebangsaan bisa ikut daftar capim KPK periode 2024-2029.
Adapun judicial review itu diajukan sebelum Panitia Seleksi atau Pansel KPK dibentuk agar produk hukum baru segera diproses guna mengakomodir pendaftaran mereka sebagai Capim KPK.
Sayangnya hingga pertengahan Juni di mana pendaftaran capim KPK ditutup, MK tak kunjung memproses permohonan uji materi tersebut. Mereka pun gagal mendaftar diri sebagai capim KPK.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | SULTAN ABDURRAHMAN | AMELIA RAHIMA | YOHANES MAHARSO | RADEN PUTRI
Pilihan Editor: MK Tolak Uji Materi Batas Usia Capim KPK dari Novel Baswedan dkk, Arsul Sani Lakukan Dissenting Opinion