TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pusat Muhammadiyah sampai saat ini masih menunggu lokasi tambang yang akan diberikan pemerintah kepada mereka. Lokasi tambang tersebut merupakan bagian dari keputusan Presiden Joko Widodo yang memberikan pengelolaan izin usaha pertambangan kepada organisasi kemasyarakatan.
"Sekarang kami belum tahu lokasinya di mana. Dari lokasi dan alokasinya berapa dan di mana, kami belum tahu," kata Sekretaris Umum PP Muhammadiyah, Abdul Mu'ti di Jakarta, Selasa, 27 Agustus 2024.
Pernyataan Mu'ti tersebut menanggapi penjelasan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia, Senin lalu. Bahlil mengatakan organisasi keagamaan Muhammadiyah segera mendapatkan tambang bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik PT Adaro Energy Tbk atau milik PT Arutmin Indonesia.
"Kemungkinan besar eks Adaro atau eks Arutmin," kata Bahlil.
Ketua Umum Partai Golkar ini mengatakan dirinya sudah memberikan disposisi untuk ditindaklanjuti dan akan menginformasikan lebih lanjut perkembangannya ke depan. Ia mengatakan area tambang yang hendak diberikan kepada Muhammadiyah tersebut cukup luas, serta memiliki cadangan yang sesuai.
Saat dikonfirmasi, Mu'ti menegaskan bahwa pihaknya belum mendapatkan IUP tersebut. Izin tersebut akan menjadi landasan Muhammadiyah dalam mengelola pertambangan nantinya.
Saat ini, kata Mu'ti, Muhammadiyah tengah bersiap serta terus berdiskusi dengan para ahli agar berbagai dampak lingkungan dan dampak sosial dapat diantisipasi sejak awal. "Jadi, Muhammadiyah tentu yang sekarang kami lakukan adalah menyiapkan dengan sebaik-baiknya agar berbagai dampak lingkungan dan dampak sosial yang menjadi konsekuensi dari pertambangan itu dapat kami antisipasi dari awal," kata dia. "Dan kita bisa meminimalkan tingkat kerusakan lingkungan akibat dari pertambangan," kata Mu'ti.
Selain Muhammadiyah, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama lebih dulu mendapatkan pengelolaan izin pertambangan dari pemerintah. Kamis pekan lalu, Ketua Umum PBNU Yahya Cholil Staquf mengatakan pihaknya mendapat IUP bekas milik PT Kaltim Prima Coal di Kalimantn Timur seluas 26 ribu hektare.
Pilihan Editor: Cerita Asal-Muasal Regulasi Izin Tambang kepada Ormas