TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Mahasiswa Justicia Universitas Gadjah Mada atau UGM menyampaikan, jika DPR sebagai representasi rakyat telah abai, tidak lagi memperjuangkan kehendak rakyat, dan menjadi bagian proses permufakatan jahat untuk merekayasa hukum demi kepentingan kekuasaan, maka hanya ada satu kata, yaitu “Lawan!” Kondisi tersebut membuat marah para mahasiswa, akademisi, buruh, dan masyarakat sipil. Dewan Mahasiswa Justicia UGM juga tidak tinggal diam dan akan turun ke jalan.
Pada 20 Agustus 2024, masyarakat Indonesia menyambut keadilan melalui Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024. Keputusan tersebut menyepakati penurunan ambang batas Pilkada 2024 yang terbagi dalam empat klasifikasi besaran suara sesuai Daftar Pemilih Tetap (DPT). Adapun, besaran suara sah tersebut, yaitu 10 persen untuk DPT sampai 2 juta, 8,5 persen untuk DPT 2-6 juta, 7,5 persen untuk DPT 6-12 juta, dan 6,5 persen untuk DPT di atas 12 juta.
Dari besaran suara sah berdasarkan Putusan MK tersebut, partai politik dapat mencalonkan calon kepala daerah provinsi. Putusan MK tersebut juga menjadi obat penawar dari rekayasa politik para kartel politik dalam Pilkada 2024 yang tidak demokratis dengan merancang calon kepala daerah melawan kotak kosong atau calon “boneka”.
MK juga membawa angin segar dalam memperjuangkan keadilan melalui Putusan Nomor 70/PUU-XXII/2024. Putusan tersebut berisi tentang syarat usia calon gubernur dan calon wakil gubernur berumur minimal 30 tahun saat penetapan calon. Putusan ini berimplikasi pada gagalnya putra bungsu Presiden Jokowi, Kaesang Pangarep mencalonkan diri dalam Pilkada 2024. Keputusan ini menjadi katarsis atau pelepasan emosi setelah praktik dinasti politik semakin mengakar.
Kendati demikian, pada 22 Agustus 2024, kartel politik mengadakan Rapat Panitia Kerja di Badan Legislasi (Baleg) DPR untuk menganulir Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan 70/PUU-XXII/2024. Dengan pengesahan RUU Pilkada menjadi UU tersebut, putusan MK a quo tidak berlaku lagi karena dasar hukumnya telah berganti. Rapat tersebut telah menyetujui pengesahan RUU Pilkada yang tidak mengakomodasi dua Putusan MK.
Langkah DPR dalam mengesahkan RUU Pilkada tersebut menjadi rekayasa hukum yang dilakukan secara sadar untuk mengingkari putusan MK. Langkah ini mencederai sifat final dan mengikat putusan MK. Selain itu, sikap DPR tersebut juga menjadi pengkhianatan besar terhadap konstitusi, nilai-nilai luhur demokrasi, dan kedaulatan rakyat.
Poin-poin sikap Dewan Mahasiswa Justicia Fakultas Hukum UGM terhadap kejadian genting ini, yaitu:
- Menghormati dan mengapresiasi Putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 dan Putusan MK Nomor 70/PUU-XXII/2024 yang memberi angin segar bagi hidupnya demokrasi dan kedaulatan rakyat
- Mendesak KPU agar segera melaksanakan konsultasi dengan pemerintah dan DPR untuk mengubah Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2024 agar sesuai Putusan MK a quo
- Mendesak KPU, pemerintah, dan DPR agar menaati Putusan MK sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan
- Mengecam keras segala bentuk usaha intervensi pihak-pihak yang berusaha melakukan rekayasa hukum untuk merintangi pelaksanaan putusan MK a quo
- Mengajak seluruh pihak termasuk para pejuang demokrasi dan masyarakat sipil bersama-sama mengawal pelaksanaan Pilkada 2024 agar berjalan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil (luber jurdil) demi tegaknya demokrasi dan kedaulatan rakyat.
Pilihan Editor: Ribuan Massa Unjuk Rasa di Depan DPRD Jawa Barat, Gibran dan Raffi Ahmad Jalan-jalan di Pasar Baru Bandung