TEMPO.CO, Jakarta - Airlangga Hartarto menyampaikan pengunduran diri sebagai Ketua Umum Partai Golkar yang telah terhitung sejak Sabtu, 10 Agustus 2024. Ia mengundurkan diri tidak sesuai dengan jadwal yang seharusnya. Padahal, proses pergantian ketua umum Partai Golkar dilakukan melalui pelaksanaan Musyawarah Nasional (Munas) Golkar yang berlangsung pada Desember 2024.
“Dengan ini saya menyatakan pengunduran diri sebagai Ketua Umum DPP Partai Golkar,” ujar Airlangga Hartarto melalui rekaman video, pada Ahad, 11 Agustus 2024.
Pada video tersebut, Airlangga mengungkapkan alasannya mundur dari kursi Ketua Umum Golkar. Ia mengundurkan diri atas pertimbangan untuk menjaga keutuhan Golkar dan memastikan stabilitas transisi pemerintahan dari Presiden Jokowi ke presiden terpilih Prabowo Subianto. Namun, ia tidak menjelaskan lebih lanjut maksud dari pernyataannya tentang keutuhan partai dan tujuan stabilitas transisi pemerintahan.
Lebih lanjut, Airlangga juga menegaskan, demokrasi harus dikawal dan dikembangkan terus-menerus. “Partai politik adalah pilar demokrasi kita. Indonesia adalah negeri besar. Kita harus memastikan bahwa demokrasi kita terus berjalan dari satu generasi ke generasi berikutnya,” kata dia.
Airlangga memastikan, Golkar merupakan partai yang matang dan dewasa sehingga akan segera menyiapkan mekanisme organisasi. Golkar akan menyiapkan pengunduran dan pengganti Airlangga sesuai ketentuan anggaran dasar dan anggaran rumah tangga atau AD/ART organisasi yang berlaku.
“Semua proses ini akan dilakukan dengan damai, tertib, dan dengan menjunjung tinggi marwah Partai Golkar,” ujar Airlangga.
Sementara itu, anggota Dewan Pakar Golkar, Palar Batubara menguraikan penilaiannya atas beberapa kemungkinan alasan Airlangga mengundurkan diri dari Ketua Umum Golkar.
“Nah, mungkin menjadi pertanyaan something wrong, ada sesuatu. Mungkin Airlangga sudah sadar akan dirinya, sadar ‘Oh, saya di rel yang salah', itu bisa juga alasan dia mengundurkan diri atau setelah dia tidak bisa lagi ‘diatur’, dia ditekan untuk mengundurkan diri,” ujar Palar, seperti diberitakan Antara.
Palar menilai ada “sesuatu” di balik mundurnya Airlangga sebagai nahkoda Partai Golkar sebelum Munas Golkar setiap 5 tahun sekali. Bahkan, ia menilai, pengunduran diri Airlangga sebagai tsunami politik. Jika tidak dimitigasi, dapat berdampak lebih luas pada partai politik lainnya di Indonesia. Sebab, Golkar sebagai salah satu partai politik yang cukup dewasa dan besar ternyata dapat dihantam oleh peristiwa pengunduran diri sebelum masanya selesai.
Di sisi lain, Ketua DPP Partai Golkar, Meutya Hafid menghargai keputusan pengunduran diri Airlangga sebagai ketua umum. Ia juga mengklaim keputusan itu menjadi hak pribadi Airlangga. Ia menekankan, Airlangga mundur sebagai Ketua Umum Partai Golkar tanpa paksaan dari siapa pun. “Keputusan beliau (Airlangga Hartarto) dibuat secara pribadi tanpa paksaan,” kata Meutya.
RACHEL FARAHDIBA R | AISYAH AMIRA WAKANG | ANTARA
Pilihan Editor: Darah Kuning Agus Gumiwang Plt Ketua Umum Golkar, Sama dengan Airlangga Hartarto