TEMPO.CO, Jakarta - 21 tahun lalu, pada 5 Agustus 2003 terjadi ledakan besar di Hotel JW Marriot, kawasan Mega Kuningan, Jakarta. Bom JW Marriot tersebut menewaskan 12 orang dan mencederai 150 orang. Ledakan itu berasal dari bom bunuh diri pengguna mobil Toyota Kijang bernomor polisi B 7462 ZN yang dikendarai oleh Asmar Latin Sani.
Mantan Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian Farouk Muhammad menduga bila motif pelaku bom bunuh diri di JW Marriott dan Hotel Ritz Carlton adalah ideologi.
"Bila pelaku melakukan bom bunuh diri, besar kemungkinan motifnya ideologi," kata Farouk saat menghadiri perbincangan Polemik di Warung Daun, Jakarta Selatan, Sabtu,18 Juli 2009.
Kronologi
Pada pukul 12.44, terjadi ledakan yang berasal dari bom bunuh diri menggunakan mobil Toyota Kijang bernomor polisi B 7462 ZN yang dikendarai Asmar Latin Sani. Ledakan bom di Hotel JW Marriott pada 2003 dipicu melalui sebuah telepon seluler yang ditemukan di TKP.
Baca juga:
Peristiwa naas tersebut menewaskan 12 orang dan 150 korban luka-luka. Para korban segera dilarikan ke rumah sakit antara lain RS MMC Kuningan, RS Medistra, RS Jakarta, RS Mintohardjo, dan RS Cipto Mangunkusumo.
Ledakan bom tersebut berimpak besar terhadap aktifitas masyarakat disekitar kawasan Hotel JW Marriot serta memengaruhi Indeks pasar saham utama Jakarta yang jatuh hingga 3,1 persen setelah serangan. Selain itu, rupiah juga kehilangan 2 persen nilainya terhadap dolar AS.
Menyusul tragedi tersebut, Australia mengeluarkan peringatan bagi warganya untuk menghindari semua hotel internasional di Jakarta setelah intelijen menemukan ibu kota itu berada di bawah ancaman serangan lebih lanjut.
Akibat peristiwa itu, Hotel JW Marriott ditutup selama 5-minggu dan setelah melakukan operasi perlengkapan mulai reopened menyelesaikan renovasi kembali sejak pada Senin, 8 September 2003.
Ketua Majelis Hakim Sri Mulyani pada sidang yang digelar Kamis, 2 September 2004 menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Masrizal alias Masud alias Hariyadi alias Tohir alias Deri alias Reno alias Ari alias Ricky, di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan atas peledakan Hotel JW Marriott.
Dikutip dari Tempo, Tohir bersama dengan Isma'il, Asmar Latin Sani, Noordin Mohammad Top, dan Azahari merupakan tersangka tindakan teror bom pada 5 Agustus 2003 yang menimbulkan puluhan korban nyawa dan kerugian materi miliaran rupiah. Asmar Latin Sani adalah pelaku eksekutor bom yang meledakkan dirinya sendiri.
Adapun berdasarkan fakta selama sidang, Tohir bertugas menyediakan sarana transportasi untuk kepentingan peledakan bom. "Tohir membeli sebuah sepeda motor baru yang dipakai untuk survei lokasi," ujar jaksa dikutip dari Tempo Kamis, 2 September 2004 .
Sementara yang mengadakan survei ke Hotel JW Marriott adalah Isma'il dan Azahari sebagai perakit bom. Noordin Mohammad Top sendiri adalah pemimpin yang memerintahkan peledakan sekaligus merangkap bagian pendanaan.
Selain itu, Majelis Hakim PN Jakarta Selatan pada 2 September 2004 juga memerintahkan pemerintah RI untuk memberikan kompensasi kepada para korban peledakan Marriot. Nilai kompensasi yang ditentukan majelis hakim tersebut adalah bagi yang meninggal dunia sebanyak 11 orang masing-masing Rp 10 juta, bagi yang luka berat masing-masing Rp 5 juta, dan untuk yang luka ringan masing-masing Rp 2,5 juta.
Namun, beberapa tahun setelahnya, serangan serupa kembali terjadi pada 17 Juli 2009 hotel JW Marriott bersama dengan Hotel Ritz-Carlton, peristiwa tersebut menewaskan 9 orang dan melukai 53 orang.
NI KADEK TRISNA CINTYA DEWI I ERMA YULIHASTIN I CORNILA DESYANA
Pilihan Editor: 19 Tahun Bom Marriot, Moeldoko: Semua Agama Tolak Terorisme