Dewan Perwakilan Rakyat saat ini sedang membahas Rancangan Undang-Undang Rahasia Negara. Salah satu materi dalam rancangan undang-undang tersebut mengatur waktu retensi suatu rahasia negara 30 tahun. Retensi adalah rentang waktu dimana rahasia negara tak boleh dipublikasikan. Ifdham menilai retensi 30 tahun terlalu lama. "Kami usulkan 10 tahun saja," kata Ifdhal.
Lamanya informasi berkategori rahasia negara yang harus disimpan, Ifdhal melanjutkan, akan membuat pengusutan kasus-kasus pelanggaran HAM berat terhambat. Pasalnya pengusut tak bisa memperoleh informasi yang berkaitan dengan pelanggaran HAM karena ada ketentuan retensi. "Gimana kita mau mengungkap pelanggaran hak asasi kalau dokumennya tak bisa diakses," kata Ifdhal.
Selain bisa menghambat pengusutan atas kasus-kasus pelanggaran HAM berat, Ifdhal melanjutkan, rancangan undang-undang ini jika disahkan nantinya juga bisa menjadi alat kontrol baru bagi pemerintah. "Terlalu banyak pembatasan akses informasi kepada publik," kata Ifdhal.
Apalagi, Ifdhal melanjutkan, definisi rahasia negara yang disebutkan dalam rancangan undang-undang tersebut juga masih kelewat luas. Akibatnya semua informasi bisa jadi rahasia negara. Dampaknya akses publik terhadap informasi menjadi kian sempit. "Seharusnya yang jadi paradigma dari rancangan undang-undang ini adalah Undang-Undang Kebebasan Informasi," kata Ifdhal.
Komisi Nasional Hak Asasi Manusia, kata Ifdhal, meminta Dewan menunda pembahasan rancangan undang-undang ini. Kalaupun dibahas, Ifdhal melanjutkan, sebaiknya dilakukan oleh anggota Dewan periode 2009-2014. "Karena ada keterbatasan waktu di DPR sekarang," kata Ifdhal. Apalagi, Ifdhal melanjutkan, "Secara urgensi juga tidak mendesak."
DWI RIYANTO AGUSTIAR