Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

4 Hakim MK Ungkap Alasan Beda Pendapat soal Putusan Batas Usia Capres-Cawapres

Reporter

Editor

Amirullah

image-gnews
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kiri) dan Hakim Konstitusi Suhartoyo (kanan) memimpin sidang permohonan uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang  batas usia minimal Capres-Cawapres di Jakarta, Senin, 16 Oktober 2023. Mahkamah Konstitusi menolak gugatan tersebut dengan dua hakim yang berbeda pendapat atau
Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman (kiri) dan Hakim Konstitusi Suhartoyo (kanan) memimpin sidang permohonan uji materiil UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang batas usia minimal Capres-Cawapres di Jakarta, Senin, 16 Oktober 2023. Mahkamah Konstitusi menolak gugatan tersebut dengan dua hakim yang berbeda pendapat atau "dissenting opinion" yakni Suhartoyo dan Guntur Hamzah. ANTARA/Akbar Nugroho Gumay
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Empat hakim Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki dissenting opinion atau pendapat berbeda soal putusan batas usia capres-cawapres minimal 40 tahun atau berpengalaman menjadi kepala daerah. Gugatan itu dikabulkan MK dan dibacakan dalam sidang yang digelar pada Senin, 16 Oktober 2023.

Keempat hakim tersebut, yakni Wahiduddin Adams, Arief Hidayat, Saldi Isra, dan Arief Hidayat. Berikut rinciannya:

1. Wahiduddin Adams

Hakim konstitusi Wahiduddin menyampaikan belasan pertimbangan. Salah satunya, Wahiduddin menuturkan, pengaturan batasan usia untuk capres cawapres sangat lazim diakukan oleh pembentuk undang-undang. Sebab, jabatan presiden dan wakil presiden secara esensial sangat berbeda dengan jabatan raja/ratu/sultan/kaisar dan lain sebagainya, yang umumnya diangkat pada berapapun usia mereka.

Selain itu, kata Wahiduddin, jika MK mengabulkan permohonan ini, baik seluruhnya maupun sebagian, maka yang sejatinya terjadi dalah Mahkamah melakukan praktik yang lazim dikenal sebagai legislating or governing from the bench tanpa didukung alasan-alasan konstitusional yang cukup.

"Menimbang bahwa berdasarkan beberapa uraian argumentasi tersebut di atas, saya berpendapat Mahkamah seharusnya menolak permohonan pemohon," kata Wahiduddih, Senin, 16 Oktober 2023, dikutip Tempo dari salinan dokumen putusan MK.

2. Saldi Isra

Hakim konstitusi Saldi Isra menyatakan dirinya menolak permohonan a quo atas perkara 90/PUU-XXI/2023. Hal itu sebagaimana dalam putusan MK Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023. Saldi juga berpandangan bahwa seharusnya mahkamah pun menolak permohonan a quo. 

"Bahwa berkaitan dengan pemaknaan baru terhadap norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 tersebut, saya bingung dan benar-benar bingung untuk menentukan harus dari mana memulai pendapat berbeda  ini," kata Saldi. 

Sebab, kata Saldi, sejak menapakkan kaki sebagai Hakim Konstitusi di gedung Mahkamah ini pada 11 April 2017, atau sekitar enam setengah tahun yang lalu, baru kali ini ia mengalami peristiwa “aneh” yang “luar biasa”. Bahkan, Saldi berujar peristiwa itu dapat dikatakan jauh dari batas penalaran yang wajar.

"Mahkamah berubah pendirian dan sikapnya hanya dalam sekelebat," ucap Saldi.

Adapun sebelumnya, dalam Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUUXXI/2023, Mahkamah secara eksplisit, lugas, dan tegas menyatakan bahwa ihwal usia dalam norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 adalah wewenang pembentuk undang-undang untuk mengubahnya.

"Pertanyaannya, fakta penting apa yang telah berubah di tengah masyarakat sehingga Mahkamah mengubah pendiriannya dari Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 29-51-55/PUU-XXI/2023 dengan amar menolak sehingga berubah menjadi amar mengabulkan dalam Putusan a quo?" ucap Saldi.

3. Arief Hidayat

Hakim konstitusi Arief Hidayat menuturkan, meski ada beberapa perkara lain yang mempermasalahkan isu sama soal batas usia capres-cawapres, ia berfokus pada kelima perkara a quo. Sebab menurutnya,  muara dan inti isu konstitusionalitas yang dibahas berawal dari perkara-perkara a quo, terlebih ketiga perkara a quo, yakni Perkara Nomor 29/PUU-XXI/2023, Perkara Nomor 51/PUU-XXI/2023, dan Perkara Nomor 55/PUU-XXI/2023, telah diperiksa dan diadili dalam sidang pleno secara bersamaan. Sementara Perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 dan Perkara Nomor 91/PUU-XXI/2023, merupakan perkara yang relatif baru, namun segera diputus. 

"Dari kelima perkara a quo saya merasakan adanya kosmologi negatif dan keganjilan pada kelima perkara a quo yang perlu saya sampaikan," kata Arief. "Karena hal ini mengusik hati nurani saya sebagai seorang hakim yang harus menunjukkan sikap penuh integritas, independen dan imparsial, serta bebas dari intervensi politik mana pun dan hanya berorientasi pada kepentingan bangsa dan negara Republik Indonesia yang berdasar pada ideologi Pancasila."

Adapun keganjilan yang disebutkan Arief, yakni penjadwalan sidang yang terkesan lama dan ditunda; pembahasan dalam rapat permusyawaratan hakim; serta perkara nomor 900/PUU-XXI/2023 dan perkara nomor 91/PUU-XXI/2023 ditarik tetapi tetap dilanjutkan.

Terhadap perkara nomor 90 dan 91, Arief berpendapat pemohon telah mempermainkan marwah lembaga peradilan dan tidak serius dalam mengajukan permohonan. Menurut Arief, seharusnya Mahkamah mengeluarkan ketetapan yang mengabulkan penarikan permohonan a quo dengan alasan pemohon tidak besungguh-sungguh dan profesional dalam mengajukan permohonan. 

"Sebagai konsekuensi hukum dari penarikan perkara, maka pemohon tidak dapat melakukan pembatalan pencabutan perkara a quo dan perkara yang telah dicabut atau ditarik tidak dapat diajukan kembali," tutur Arief.

4. Suhartoyo

Hakim konstitusi Suhartoyo menyatakan dirinya tidak memberikan kedudukan hukum atau legal standing kepada para pemohon atas perkara nomor 29/PPU-XXI/2023 dan 51/PUU-XXI/2023. Alasannya, para pemohon bukan subjek hukum yang berkepentingan langsung untuk mencalonkan diri sebagai presiden dan wakil presiden. Sehingga, pemohon tidak relevan memohon untuk memaknai norma Pasal 169 huruf q UU 7/2017 untuk kepentingan pihak lain, sebagaimana dalam petitum permohonannya," kata Suhartoyo.

"Bahwa berdasarkan uraian pertimbangan hukum tersebut di atas, saya berpendapat terhadap permohonan a quo, Mahkamah Konstitusi seharusnya juga tidak memberikan legal standing kepada pemohon dan oleh karenanya tidak ada relevansinya untuk mempertimbangkan pokok permohonan, sehingga dalam amar putusan a quo 'menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima'," kata Suhartoyo.

Kabulkan Gugatan Pengagum Gibran

Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan syarat capres-cawapres berusia paling rendah 40 tahun atau berpengalaman sebagai kepala daerah. Putusan atas gugatan dengan nomor perkara 90/PUU-XXI/2023 yang dilayangkan mahasiswa Universitas Surakarta (Unsa), Almas Tsaqibbirru, itu diketok Ketua MK Anwar Usman pada Senin, 16 Oktober 2023. Almas mengaku sebagai pengagum Gibran.

Hakim MK mengabulkan sebagian gugatan. "Mengadili, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian," kata Ketua MK Anwar Usman saat membacakan amar putusannya, Senin 16 Oktober 2023.

Anwar mengatakan, MK telah menyatakan Pasal 169 huruf q UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum  yang menyatakan berusia paling rendah 40 tahun bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum termasuk pemilihan kepala daerah. 

"Memerintahkan pemuatan putusan ini dalam berita negara RI sebagaimana mestinya," kata Anwar Usman.

Salah satu hakim MK, Guntur Hamzah mengatakan, pertimbangannya mengabulkan gugatan itu karena beberapa negara telah mengatur batas usia pemimpinnya di bawah 40 tahun. "Tren kepemimpinan global semakin cenderung ke usia yang lebih muda, dengan demikian dalam batas penalaran yang wajar usia di bawah 40 tahun dapat saja menduduki jabatan baik sebagai presiden maupun wakil presiden sepanjang memenuhi kualifikasi tertentu yang sederajat atau setara," kata Guntur saat membacakan amar putusannya.

RIRI RAHAYU | ADE RIDWAN YANDWIPUTRA

Pilihan Editor: Almas Mahasiswa Penggugat Batas Usia Capres-Cawapres Bantah Ada Kaitan dengan Gibran

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

Draf Perubahan PKPU: Syarat Minimal Usia Dihitung Sejak Penetapan Calon Kepala Daerah

1 jam lalu

Komisi Pemilihan Umum atau KPU DKI Jakarta menggelar Rapat Pleno Perolehan Kursi Parpol dan Calon Terpilih Anggota DPRD DKI, di kawasan Jakarta Selatan, pada Jumat, 23 Agustus 2024. Tempo/Novali Panji
Draf Perubahan PKPU: Syarat Minimal Usia Dihitung Sejak Penetapan Calon Kepala Daerah

KPU memutuskan mengubah ketentuan Pasal 15 di PKPU Nomor 8 Tahun 2024.


Dukung Putusan MK tentang UU Pilkada, KPPOD: Cegah Politik Dinasti

1 jam lalu

Massa yang tergabung dalam BEM Seluruh Indonesia Jawa Barat menembakkan kembang api ke arah polisi saat berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jawa Barat, Bandung, Jawa Barat, Jumat 23 Agustus 2024. Aksi kawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait ambang batas pencalonan dalam pilkada serta tolak RUU Pilkada tersebut berakhir dengan gesekan antara mahasiswa dan polisi. ANTARA FOTO/Raisan Al Farisi
Dukung Putusan MK tentang UU Pilkada, KPPOD: Cegah Politik Dinasti

Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) mendukung putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait UU Pilkada. Untuk mencegah politik dinasti.


Dua Putusan MK Jadi Sumbu Pergerakan Aksi Massa dan Viral Peringatan Darurat

4 jam lalu

Mahasiswa memajang poster saat aksi unjuk rasa Kalbar Darurat di Bundaran Digulis, Pontianak, Kalimantan Barat, Jumat, 23 Agustus 2024. Pengunjuk rasa menyerukan sejumlah isu yaitu tentang politik dinasti, matinya demokrasi di Indonesia dan tindakan brutal aparat saat pengamanan unjuk rasa di beberapa daerah di Indonesia. ANTARA FOTO/Jessica Wuysang
Dua Putusan MK Jadi Sumbu Pergerakan Aksi Massa dan Viral Peringatan Darurat

Berbagai aksi massa di sejumlah daerah kawal putusan MK bersumber upaya DPR anulir pasal ambang batas serta syarat batas usia calon kepala daerah.


Jokowi Pernah Sebut Putusan MK Final dan Mengikat, Bisakah DPR atau Lembaga Lain Menganulir?

4 jam lalu

Ketua Baleg DPR Wihadi Wiyanto, Wakil Ketua Baleg Achmad Baidowi, dan anggota Baleg Habiburokhman batal menemui massa demonstrasi di depan gerbang kompleks parlemen Senayan, Jakarta pada Kamis, 22 Agustus 2024. TEMPO/Eka Yudha Saputra
Jokowi Pernah Sebut Putusan MK Final dan Mengikat, Bisakah DPR atau Lembaga Lain Menganulir?

Jokowi pernah mengatakan putusan MK itu final dan mengikat. Adakah aturannya DPR atau lembaga lain bisa membatalkannya?


Aksi Mahasiswa di Surabaya Tolak Revisi UU Pilkada, Muncul Poster Lawan Mulyono dan Kroninya

5 jam lalu

Poster-poster dalam aksi massa di depan Gedung DPRD Jatim
Aksi Mahasiswa di Surabaya Tolak Revisi UU Pilkada, Muncul Poster Lawan Mulyono dan Kroninya

Ketua DPRD Jatim menyatakan dukungan tolak revisi UU Pilkada saat temui aksi massa di Surabaya. Ada poster Lawan Mulyono dan Kroninya.


Partai Buruh Ultimatum KPU Jika Tak Adaptasi Putusan MK soal Syarat Calon Pilkada

5 jam lalu

Partai Buruh menggelar konferensi pers soal persiapan aksi lanjutan desak KPU keluarkan PKPU putusan MK, di kawasan Jakarta Pusat, pada Jumat, 23 Agustus 2024. Tempo/Novali Panji
Partai Buruh Ultimatum KPU Jika Tak Adaptasi Putusan MK soal Syarat Calon Pilkada

Partai Buruh memberi tenggat waktu kepada KPU untuk paling lambat menerbitkan PKPU sesuai putusan MK, pada 25 Agustus 2024.


Aksi Mahasiswa di Surabaya dan Garut Kawan Putusan MK Sempat Diwarnai Kericuhan

12 jam lalu

Ilustrasi demonstrasi. ANTARA
Aksi Mahasiswa di Surabaya dan Garut Kawan Putusan MK Sempat Diwarnai Kericuhan

Aksi mahasiswa mengawal putusan MK masih terjadi di berbagai daerah hari ini. Di Surabaya dan Garut aksi sempat diwarnai kericuhan.


Jokowi Mengaku Tak Ada Rencana Terbitkan Perpu Pilkada: Kepikiran Saja Enggak

13 jam lalu

Presiden Joko Widodo menyapa peserta kongres saat menghadiri pembukaan Kongres ke-6 PAN di Jakarta, Jumat 23 Agustus 2024. PAN menggelar kongres ke-6 pada 23-24 Agustus sekaligus menjadi perayaan puncak HUT Ke-26 PAN dengan mengusung tema besar Indonesia Terdepan. ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Jokowi Mengaku Tak Ada Rencana Terbitkan Perpu Pilkada: Kepikiran Saja Enggak

"Jokowi mengklaim dirinya bahkan tidak memikirkan untuk menerbitkan Perpu yang bakal mengubah ketentuan MK soal syarat pencalonan kepala daerah.


Penolakan Terhadap Rancangan Undang-Undang Pilkada yang Melawan Putusan MK Meluas, Menolak Politik Dinasti Jokowi

14 jam lalu

Lawan Pembegal Konstitusi
Penolakan Terhadap Rancangan Undang-Undang Pilkada yang Melawan Putusan MK Meluas, Menolak Politik Dinasti Jokowi

Ribuan orang di berbagai daerah berunjuk rasa menentang perubahan UU Pilkada. Bagaimana konsolidasi gerakan tersebut?


Anak STM Demo Kawal Putusan MK di Semarang: Diizinkan Orang Tua Demi Indonesia Membaik

15 jam lalu

Ilustrasi demo/unjuk rasa. Toulousestreet.com
Anak STM Demo Kawal Putusan MK di Semarang: Diizinkan Orang Tua Demi Indonesia Membaik

Siswa STM asal Kota Demak ikut berunjuk rasa di depan Gedung DPRD Jateng untuk mengawal putusan MK. Izin ke orang tua.