TEMPO.CO, Jakarta - Bentrok antara aparat gabungan TNI dan Polri dengan warga Pulau Rempang, Batam, pada Kamis, 7 September 2023 masih menyisakan polemik. Gas air mata yang digunakan aparat untuk membubarkan kericuhan berdampak pada anak sekolah. Menurut Polri, gas air mata tersebut berdampak pada anak sekolah karena tertiup angin.
Polri sempat membantah kesaksian warga itu. Pada Jumat, 8 September 2023, Kepala Biro Penerangan Masyarakat Divisi Humas Polri Brigadir Jenderal Ahmad Ramadhan menyatakan tembakan gas air mata yang dilepaskan aparat kepolisian saat bentrokan tertiup angin sehingga mengarah ke sekolah di Pulau Rempang-Galang, bukan sengaja ditembakkan.
“Yang ada karena tindakan pengamanan oleh aparat kepolisian dengan menyemprotkan gas air mata ketiup angin, sehingga terjadi gangguan penglihatan untuk sementara,” kata Ramadhan di Gedung Bareskrim Polri.
Temuan Komnas HAM
Komnas HAM menerjunkan tim untuk menginvestigasi dugaan pelanggaran HAM di kawasan proyek strategis nasional ini sepuluh hari pasca terjadinya bentrokan. Dalam investigasinya, Komnas HAM menemukan beberapa selongsong peluru gas air mata di atap dan di dekat pekarangan Sekolah Dasar Negeri 024 Galang.
SDN 024 Galang merupakan salah satu lokasi yang terkena dampak tembakan gas air mata saat bentrokan antara aparat dan masyarakat di kawasan Jembatan IV Barelang. Kegiatan belajar-mengajar ketika itu pun dihentikan karena gas air mata memasuki area sekolah
Komnas HAM pada Sabtu, 16 September lalu menyatakan, mereka menemukan selongsong peluru gas air mata di atap dan di dekat pekarangan Sekolah Dasar Negeri 024 Galang. Meskipun kejadian sudah berlangsung 10 hari sebelumnya, Komnas HAM saat berkunjung ke sekolah masih menemukan adanya selongsong peluru gas air mata tersebut.
“Itu (temuan selongsong peluru gas air mata) akan kami lakukan penyelidikan sendiri,” kata Komisioner Pendidikan dan Penyuluhan Komnas HAM, Putu Elvina saat ditanya awak media soal temuan selongsong peluru tersebut, Sabtu, 16 September 2023.
Berdasarkan temuan itu, Komisioner Mediasi Komnas HAM, Prabianto Mukti Wibowo mengatakan pihaknya akan berkonsultasi dengan kepolisian dan menyelisik apakah tindakan tersebut sesuai atau tidak dengan prosedur operasi standar dalam Peraturan Kepala Kepolisian RI Nomor 1 Tahun 2009. “Perlu dilakukan penyelidikan, apakah tindakan ada unsur pelanggaran atau tidak,” ujar Prabianto dikutip dari Koran Tempo.
Temuan Komnas HAM itu sejalan dengan kesaksian salah seorang warga, Bobi. Saat mengevakuasi warga, kata Bobi, tiba-tiba gas air mata ditembakkan ke sekolah. Padahal, guru-guru SD tersebut sudah melarang. Suasana mencekam itu terekam dan beredar di media sosial. Terlihat salah satu sekolah di Rempang dipenuhi asap. Para guru terbirit-birit membawa murid melalui pintu belakang sekolah.
“Kondisi itu membuat anak-anak menangis dan belarian,” kata Bobi.
Direktur Eksekutif Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, mengatakan setidaknya ada dua sekolah yang terkena tembakan gas air mata, yaitu SMP Negeri 22 Galang dan SD Negeri 24 Galang. Para siswa dua sekolah tersebut berhamburan keluar dari gedung sekolah dan mencari pertolongan setelah gas air mata memasuki ruang kelas mereka. Kegiatan belajar pun terpaksa dihentikan dan dibubarkan.
“Sulit untuk membenarkan bahwa gas air mata memasuki area sekolah karena tertiup angin,” kata Usman menanggapi pernyataan Polri.
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur juga membantah pernyataan polisi bahwa asap gas air mata di sekolah karena terbawa angin. Menurutnya, apa yang disampaikan humas Polri adalah kebohongan informasi. Isnur mengecam langkah aparat kepolisian yang menembakkan gas air mata ke arah sebuah sekolah dasar di Pulau Rempang itu.
“Apa yang disampaikan oleh humas kepolisian sebelumnya bahwa ini terbawa angin adalah kebohongan informasi publik,” kata Isnur kepada Tempo, Selasa, 19 September 2023.
Sebelumnya, bentrok di Pulau Rempang disebabkan rencana pengembangan kawasan Rempang Eco City di wilayah tersebut. Ribuan warga terancam digusur dan di relokasi ke Pulau Galang. Mereka menolak wacana tersebut dan menghadang aparat saat hendak memasang patok tapal batas di Pulau Rempang pada 7 September 2023 lalu.
Warga pun melakukan pemblokiran dengan menebang pohon hingga meletakkan blok kontainer di tengah jalan. Warga juga melakukan lemparan batu yang kemudian disambut oleh gas air mata yang ditembakkan oleh aparat. Atas kejadian tersebut enam warga dilaporkan ditangkap. Puluhan masyarakat mengalami luka-luka dan anak-anak sekolah pun dibubarkan paksa akibat gas air mata.
HENDRIK KHOIRUL MUHID | TIM TEMPO.CO
Pilihan Editor: Temuan Komnas HAM Soal Bentrok di Pulau Rempang, Ada Selongsong Gas Air Mata dan Warga Terintimidasi