2. Merusak moral siswa
Tidak meratanya akses terhadap sekolah negeri itu kemudian menyebabkan masalah lainnya. Orang tua siswa, karena kesulitan ekonomi, lantas melakukan manipulasi data adminstrasi alamat pada Kartu Keluarga (KK).
Hal itu, menurut Furqan dapat merusak moral anak karena mengetahui orang tuanya menghalalkan segala cara agar mereka dapat duduk di sekolah negeri.
Dia menyatakan ribuan sampai jutaan anak bisa rusak moralnya setelah temuan di berbagai daerah mengungkapkan kasus seperti itu.
"Di Pekan Baru Riau, terungkap 31 KK palsu dari calon siswa. Di kota Bogor, 208 siswa SMP dicoret karena ada masalah kependudukan. Di Jawa Barat, Gubernur Ridwan Kamil mengumumkan 4.791 siswa baru tingkat SMA sederajat dicoret dari PPDB Jabar," kata dia.
Dia pun menilai jumlah manipulasi data tersebut jauh lebih besar dari yang sudah terungkap ke publik.
"Besar kemungkinannya temuan kasus ini hanyalah fenomena puncak gunung es. Kita patut khawatir praktek manipulasi data terjadi jamak di berbagai kabupaten/kota di seluruh Indonesia," kata dia.
3. Sistem Zonasi PPDB ancam kondisi psikologi anak
Selain itu, Furqan juga menilai masalah ini bisa berakibat buruk bagi kondisi psikologi anak yang orang tuanya ketahuan memalsukan data administrasi kependudukan.
"Si anak akan menanggung resiko stigma sosial maupun perasaan bersalah. Konsekwensinya bisa mempengaruhi konsep diri anak, kata dia.
4. Suburkan budaya korupsi
Dari sisi birokrasi, sistem zonasi PPDB dinilai menyuburkan praktek pungli dan percaloan. Dia menilai perubahan data administrasi kependudukan tersebut tak akan bisa terjadi tanpa ada aparat pemerintahan yang bermain.
Budaya korupsi tersebut, menurut dia, diperparah dengan budaya kolusi dan nepotisme yang juga marak dalam bentuk praktek "titipan" siswa dari pejabat atau dari tokoh masyarakat setempat.
"Pada akhirnya, ini akan membentuk sikap permisif terhadap budaya korupsi. Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN) pun akan semakin sulit diberantas, bahkan bisa mewabah dalam segala bidang," kata dia.
Selanjutnya, rusak validitas data kependudukan dan desakan kepada Mendikbudristek Nadiem Makarim