TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga nirlaba Sobat Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (Sobat KBB) dan Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) mengecam tindakan Ketua Gerakan Pemuda Ka’bah (GPK) Daerah Istimewa Yogyakarta terhadap jurnalis Tempo Shinta Maharani yang memberitakan peristiwa penutupan Patung Bunda Maria di di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa Santo Yakobus, Bumirejo, Lendah, Kulon Progo, Yogyakarta.
Dalam pernyataan bersamanya, Sobat KBB dan SEJUK, menilai intimidasi tersebut semakin memperburuk wajah kebebasan beragama atau berkeyakinan dan berkepercayaan di Indonesia.
“Jika media yang mengungkap dan mengritik praktik-praktik intoleransi, diskriminasi, dan persekusi atas nama agama semena-mena diancam dengan pembungkaman dan sensor-sensor lainnya, maka kebebasan beragama atau berkeyakinan dan berkepercayaan di Indonesia dalam kondisi yang kian membahayakan,” tulis pernyataan bersama yang diterima Tempo, Ahad, 9 April 2023.
Sebelumnya, jurnalis Tempo Shinta Maharani mengaku mendapatkan intimadasi dari Ketua Gerakan Pemuda Ka'bah (GPK) DIY Arif Hammad Wibowo. Intimidasi itu dilakukan setelah Shinta membuat laporan yang berjudul, “Di Balik Terpal Patung Bunda Maria” dan “Diprotes Ormas, Patung Bunda Maria Ditutup Terpal saat Bulan Ramadhan.”
Dalam laporan itu, GPK disebut sebagai pihak yang mendesak agar Patung Bunda Maria di Rumah Doa Sasana Adhi Rasa St Yacobus ditutup terpal selama bulan Ramadan.
Intimidasi melanggar UU Pers
Sobat KBB dan SEJUK mengatakan mereka telah memeriksa laporan adanya intimidasi tersebut. Mereka pun berkesimpulan tekanan itu berupa aksi intimidasi terhadap jurnalis yang mengungkap aktor-aktor intoleran yang menekan pengelola dan pemilik Rumah Doa Sasana Adhi Rasa St. Yacobus.
Padahal, menurut mereka, membungkam pers dan kerja-kerja jurnalistik melanggar ketentuan Pasal 18 Ayat 1 Undang-Undang Pers. Pada Pasal 1, 5, 11, dan 15 UU tentang Pers ini mengharuskan yang keberatan dengan pemberitaan media untuk menempuh mekanisme hak jawab dan hak koreksi atau melaporkan ke Dewan Pers.
Namun faktanya, menurut mereka, Ketua GPK DIY tidak menempuh mekanisme undang-undang tersebut.
“Negara harus menjamin perlindungan kebebasan beragama atau berkepercayaan dan kebebasan pers. Negara bertanggung jawab melindungi para jurnalis dari berbagai bentuk intimidasi, kekerasan, dan pembungkaman,” kata SEJUK dan Sobat KBB.
Selanjutnya, intimidasi dilakukan beberapa hari setelah laporan terbit