TEMPO.CO, Jakarta - Ikatan Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mendukung pemerintah untuk segera menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) pada kasus gagal ginjal akut anak yang belakangan banyak bermunculan. Anggota dewan pakar IAKMI, Hermawan Saputra, menyebut penting bagi pemerintah untuk mempercepat status penetapan KLB.
Hermawan berkata situasi kasus gagal ginjal akut pada anak sudah pada tahap serius. Oleh karena itu ia meminta pemerintah melakukan proses pendalaman secara komperhensif dan sistematis. Sebab jika tidak, ia mengatakan kasus gagal ginjal anak dapat berpotensi menimbulkan masalah yang lebih serius.
“Kita tentu tidak ingin kasus gagal ginjal anak ini menjadi kasus yang tidak ada solusi dan terus berkelanjutan. Oleh karena itu pemerintah harus segera memastikan penyebab gagal ginjal ini apakah itu karena zat pada obat atau faktor lain seperti penyakit,” ujar Hermawan ketika dihubungi Tempo, Jum’at, 21 Oktober 2022.
Sudah memenuhi syarat dalam Peraturan Kemenkes
Oleh sebab tu, Hermawan meminta Kementerian Kesehatan untuk segera menetapkan status KLB. Menurut dia, dengan adanya KLB akan meningkatkan kewaspadaan dan fokus yang lebih terhadap fenomena tersebut sehingga nantinya diharapkan evaluasi terhadap fenomena ini akan menyeluruh.
“Sebetulnya, kalau merujuk peraturan Kemenkes situasi ini sudah bisa dikategorikan sebagai kondisi KLB. Karena dari itu kami dai IAKMI mendukung percepatan penetapan status KLB,” kata dia.
Saran untuk pemerintah
Selain itu, Hermawan menyarankan beberapa langkah yang dapat dilakukan oleh pemerintah guna menanggulangi resiko bertambahnya kasus gagal ginjal akut. Pertama, adalah dengan penghentian peredaran dan penggunaan obat sirup yang diduga dapat menyebabkan gagal ginjal.
“Untuk penyebab dari obat sirup ini kan belum pasti, namun ini dapat menjadi langkah perventif sementara,” ujar dia.
Langkah selanjutnya yang dapat dilakukan oleh pemerintah, kata Hermawan, adalah penanganan korban. Ia menyebut perlu adanya sistem pelaporan dan penanganan yang sistematis dan aksesbilitas. Hal tersebut dimaksudkan untuk memudahkan masyarakat terutama yang berada di daerah-daerah plosok dan masyarakat kurang mampu.
“Proses asesmen yang komperhensif terhadap gejala acute kidney ini juga perlu dilakukan agar tidak ada kesalahan penaganan,” kata Hermawan.
Pendapat berbeda
Pendapat Hermawan ini bertentangan dengan Epidemiolog Tjandra Yoga Aditama. Dia menilai pemerintah belum perlu menetapkan masalah gagal ginjal akut ini sebagai Kejadian Luar Biasa.
Menurut dia, peristiwa ini belum memenuhi syarat untuk disebut KLB seperti tercantum dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Meskipun demikian, Tjandra Yoga sepakat jika pemerintah mengambil tindakan serius untuk mengusut serta mengatasi masalah ini.
Sebelumnya, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan pihaknya masih mengkaji apakah kasus gagal ginjal akut yang mencuat belakangan ini perlu mendapatkan label Kejadian Luar Biasa. Pasalnya, menurut Budi, tingkat kematian kasus ini mendekati 50 persen
Budi menyatakan, bahwa kasus ini paling banyak menyerang kelompok umur anak-anak dan balita. Bahkan, menurut dia, balita yang teridentifikasi mengalami masalah tesebut mencapai 70 orang per bulan.
BPOM menarik peredaran 5 obat
Hingga saat ini belum dapat dipastikan apa penyebab masalah gagal ginjal akut ini. Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) kemarin menyatakan tak bisa mendukung kesimpulan bahwa kasus ini disebabkan oleh konsumsi obat sirup.
Menurut BPOM, masih ada faktor-faktor lain yang masih harus dikaji untuk memastikan apa penyebab kasus gagal ginjal tersebut.
Meskipun tak bisa mendukung kesimpulan gagal ginjal akut karena obat sirup, BPOM menyatakan telah memerintahkan untuk menarik lima obat sirup dari pasaran. Pasalnya, obat sirup tersebut dianggap memiliki kandungan Etilen Glicol dan Dietilen Glicol yang melewati batas aman.