KontraS pun mempertanyakan soal keberadaan Letjen (Purn) Kiki Syahnakri dalam Tim PPHAM tersebut. Kiki menjadi salah satu anggota tim pelaksana.
Menurut KontraS, nama Kiki tercantum pada daftar Serious Crimes Unit (SCU) dalam pelanggaran HAM di Timor Timour. Kiki disebut terlibat dalam pembunuhan, deportasi, dan persekusi kepada warga Timor Timur.
"Pada tahun 1995, Dewan Kehormatan Militer memindahkan Kiki setelah adanya temuan investigasi bahwa sebagai Komandan Resor Militer (Danrem) 164, ia turut bertanggung jawab dalam pembunuhan 6 warga Liquica yang dilakukan oleh anggota Komando Resor Militer (Korem)," kata Fatia.
Kiki Syahnakri memang tercatat pernah menjabat sebagai Danrem 164 Wira Dharma yang bermarkas di Dili, Timor Timur pada 1994-1995. Kiki kembali ke Timor Timur pada 1999 dengan jabatan Panglima Penguasa Darurat Militer Timor Timor.
Pemilihan Kiki, menurut KontraS, menegaskan kembali upaya impunitas terhadap pelanggar HAM oleh pemerintah.
"Impunitas ini berbanding terbalik dengan situasi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu yang dibuat tidak berdaya secara mental dan ekonomi karena pengabaian negara atas hak-hak mereka selama bertahun-tahun," kata Fatia.
Nama Kiki Syahnakri memang tercantum dalam Keppres Pembentukan Tim PPHAM tersebut. Tim pelaksana yang dipimpin oleh Makarim Wibisono itu juga beranggotakan Apolo Safanpo, Mustafa Abubakar, Harkristuti Harkrisnowo, As'ad Said Ali, Zainal Arifin Mochtar, Akhmad Muzakki, Komaruddin Hidayat dan Rahayu.
Ketua Tim Pengarah PPHAM Mahfud Md menanggapi santai kritikan dari KontraS dan sejumlah lembaga sipil lainnya. Dia menilai mengkritik pemerintah merupakan salah satu tugas masyarakat sipil.
"Tidak apa-apa. Masyarakat sipil yang ngomong, kami yang bekerja. Bagi-bagi tugas. Itu bagus, ini kan negara demokrasi," kata Mahfud melalui pesan WhatsApp kepada Tempo.