TEMPO.CO, Jakarta - Tidak tercantumnya klausul mengenai tunjangan profesi guru dalam RUU tentang Perubahan atas UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas), menuai polemik.
Kemendikbudristek mengakui tidak memakai istilah tunjangan profesi guru di RUU Sisdiknas, seperti yang tertera dalam UU Guru dan Dosen. Istilah tersebut diganti dengan penghasilan atau pengupahan bagi pendidik.
Meski berganti skema, Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK), Iwan Syahril memastikan tunjangan profesi, tunjangan khusus, dan tunjangan kehormatan tetap berlaku bagi guru dan dosen yang sudah mendapatkannya saat ini hingga pensiun, selama memenuhi ketentuan undang-undang.
“RUU Sisdiknas merupakan upaya agar semua guru mendapat penghasilan yang layak sebagai wujud keberpihakan kepada guru. RUU ini mengatur bahwa guru yang sudah mendapat tunjangan profesi, baik guru ASN maupun non-ASN, akan tetap mendapat tunjangan tersebut sampai pensiun, sepanjang masih memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," ujar Iwan dalam keterangannya yang dikutip pada Selasa, 30 Agustus 2022.
RUU ini, kata Iwan, juga mengatur bahwa guru yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik akan segera mendapatkan penghasilan yang layak tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi.
"Dengan demikian, guru ASN yang yang belum mendapat tunjangan profesi akan otomatis mendapat kenaikan pendapatan melalui tunjangan yang diatur dalam UU ASN, tanpa perlu menunggu antrean sertifikasi yang panjang," ujarnya.
Sedangkan untuk guru non-ASN yang sudah mengajar namun belum memiliki sertifikat pendidik, maka pemerintah akan meningkatkan bantuan operasional satuan pendidikan untuk membantu yayasan penyelenggara pendidikan memberikan penghasilan yang lebih tinggi bagi gurunya sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan.
“Skema ini sekaligus membuat yayasan penyelenggara pendidikan lebih berdaya dalam mengelola SDM-nya,” ujar Iwan.
Kepala Bidang Penelitian dan Pengembangan Guru Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) Agus Setiawan mengatakan dalam draf RUU Sisdiknas Februari dan Mei lalu, masih jelas tercantum eksplisit pasal mengenai Tunjangan Profesi Guru. Ia mempertanyakan alasan Kemendikbudristek menghilangkan klausul tersebut dalam draf RUU Sisdiknas yang diserahkan ke Baleg DPR RI pada Agustus ini.
"Mengapa draf akhir RUU Sisdiknas menghilangkan TPG? Apa latar belakang dan alasan Kemdikbudristek menghapus pasal tersebut? Jangan salahkan guru curiga, patut diduga ada niatan tidak baik sengaja menghilangkan pasal TPG," ujar Agus.
Menurut guru Pendidikan Agama Islam itu, permintaan para guru hanya sederhana, yakni mencantumkan kembali hak-hak dasar guru seperti Tunjangan Profesi Guru, Tunjangan Fungsinya secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas sebagaimana sangat detail dimuat dalam UU Guru dan Dosen.
"Sepanjang Kemdikbudristek tidak menjawab pertanyaan pokok dan permintaan di atas, yang terjadi malah sebaliknya, guru makin bingung dan resah," ujar Agus.
Senada, Ikatan Guru Indonesia (IGI) juga menilai pengaturan mengenai tunjangan profesi guru mesti dicantumkan secara eksplisit dalam RUU Sisdiknas.
Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Guru Indonensia, Danang Hidayatullah mengatakan, di dalam Naskah Akademik RUU Sisdiknas memang sudah dijelaskan upaya dan niat baik pemerintah terkait pemisahan pengaturan antara sertifikasi dan penghasilan guru. Namun, niat baik tersebut tidak tertuang dalam batang tubuh RUU Sisdiknas, sehingga memunculkan berbagai persepsi di kalangan guru dan penggiat pendidikan, salah satunya adalah terkait hilangnya klausul tunjangan profesi guru.
"Oleh karena itu, IGI menilai perlu ada pengaturan khusus mengenai tunjangan, karena apa yang tercantum di naskah akademik tentang tunjangan belum tertera di RUU. Bila perlu di dalam pasal hak-hak guru tetap dicantumkan poin:
memperoleh tunjangan profesi (seperti yang ada di UU Guru dan Dosen Pasal 16)," ujar Danang.
Sejumlah fraksi DPR menolak RUU Sisdiknas masuk Prolegnas
RUU Sisdiknas akan mengintegrasikan sekaligus tiga undang-undang, yakni UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, UU No. 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Pemerintah telah mengusulkan RUU Sisdiknas masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas Perubahan Tahun 2023 kepada DPR RI dalam Rapat Kerja Pemerintah dengan Badan Legislasi pada Rabu, 24 Agustus 2022. Namun, Baleg belum memutuskan apakah akan memasukkan RUU Sisdiknas dalam daftar prioritas atau tidak.
Wakil Ketua Badan Legislasi Willy Aditya mengatakan memang banyak fraksi yang menolak RUU Sisdiknas masuk Prolegnas Prioritas.
"Iya, banyak sih fraksi yang menolak karena ini kan long list saja belum masuk, terus juga karena ini dianggap pendekatannya cenderung omnibus law, maka partisipasi masyarakat harus dibuka lebar terhadap substansi-substansinya," ujar Willy, kemarin.
Ia menyebut, Baleg akan menggelar Rapat Panja untuk mendengar pandangan fraksi-fraksi pekan depan sebelum memutuskan daftar RUU yang bakal masuk dalam Prolegnas Prioritas 2023.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi telah mengunggah naskah teranyar RUU Sisdiknas melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id/. Pemerintah membuka kesempatan bagi masyarakat secara luas untuk ikut mencermati semua dokumen dan siap menampung masukan melalui laman tersebut.
"Masukan dari publik tersebut merupakan bentuk pelibatan publik yang bermakna sesuai amanat undang-undang dan akan menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan rancangan undang-undang," kata Kepala Badan Standar, Asesmen, dan Kurikulum Pendidikan Kemendikbudristek, Anindito Aditomo lewat keterangan tertulis, Jumat, 26 Agustus 2022.
Baca: Sejumlah Fraksi Tolak RUU Sisdiknas Masuk Daftar Prolegnas Prioritas 2023
DEWI NURITA
Ikuti berita terkini dari Tempo di Google News, klik di sini.