TEMPO.CO, Jakarta - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) mengkhawatirkan munculnya praktik bisnis ujian di ekosistem pendidikan Indoensia. Kekhawatiran itu muncul setelah dalam rancangan Revisi Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) tercantum soal lembaga mandiri yang ikut mengevaluasi siswa.
"Yang cukup mengganjal dalam Pasal 105, ada ketentuan Lembaga Mandiri ikut melakukan evaluasi terhadap siswa. Mengapa ada evaluasi siswa oleh Lembaga Mandiri?," kata Kepala Bidang Kajian Kebijakan P2G Agus Setiawan melalui keterangan tertulis, Senin, 14 Maret 2022.
Keberadaan lembaga mandiri itu masuk ke dalam RUU Sisdiknas yang tengah dibahas Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi, tepatnya pada pasal 102. Tugas dan wewenang lembaga mandiri itu juga diatur dalam pasal 105. Pasal itu menyebutkan layanan oleh lembaga mandiri untuk menilai kompetensi tertentu.
Dalam Undang-Undang Sisdiknas yang berlaku saat ini, lembaga mandiri juga sudah disebut. Lembaga ini disebut pada pasal 1 sebagai dewan pendidikan atau komite sekolah/madrasah.
Agus menyatakan, dalam draft RUU Sisdiknas yang ada saat ini mengubah pemahaman dan kewenangan lembaga mandiri. Semestinya, Agus menekankan, evaluasi yang resmi terhadap siswa cukup dilakukan oleh guru di sekolah dan Kemendikbudristek dengan catatan tidak seperti Ujian Nasional (UN) dulu yang dianggap merugikan siswa dan guru.
“P2G khawatir evaluasi siswa oleh lembaga mandiri berpotensi melahirkan proyek-proyek rente ujian bahkan jual beli sertifikat dari lembaga swasta. Karena pengakuan evaluasi dilakukan melalui Sertifikat yang dikeluarkan lembaga swasta tersebut," ujar Agus.
Agus menduga, ketentuan yang tertuang dalam Pasal 105 ayat 3-4 tersebut akan melahirkan bisnis pendidikan yang difasilitasi negara. Bahkan, tak menutup kemungkinan akan terjadi praktik kolusi antara lembaga swasta dengan pemerintah.
"Praktik bisnis pendidikan model begini merusak ekosistem sekolah karena menciptakan persaingan bisnis di luar konteks pembelajaran. Bukannya memperbaiki kualitas asesmen dalam kelas," tegas dia.
Dengan ketentuan itu, Kemdikbudristek malah disebutnya akan mengundang pihak luar sekolah untuk mengintervensi hasil belajar. Hasilnya, para siswa akan terbebani banyak format ujian sebagaimana pada masa UN. Bedanya, kata dia, ini dikerjakan oleh pihak swasta.
Agus menilai lembaga mandiri sebaiknya digunakan untuk melakukan evaluasi sistem atau program di Kemdikbudristek. Seperti Evaluasi Program Sekolah Penggerak, Evaluasi Program Guru Penggerak, dan Evaluasi Kurikulum Merdeka, dan kebijakan pendidikan lain.
"Jangan logikanya dibolak-balik. Siswa dievaluasi lembaga mandiri eskternal, sedangkan Kemdikbudristek tidak, ini kan menggelikan," tegasnya.
P2G juga melontarkan sejumlah kritik lainnya dalam hal RUU Sisdiknas ini. Selain soal lembaga mandiri, mereka juga melontarkan kritik soal naskah akademik yang dinilai tak ilmiah hingga penghapusan mata pelajaran Sejarah sebagai pelajaran wajib.
Baca: P2G Minta Naskah Akademik RUU Sisdiknas Lebih Ilmiah dan Komprehensif