Mendapat penolakan Sultan Langkat, Amir justru semakin dalam terlibat dalam gerakan nasionalis dan membuatnya mendapat pengawasan Belanda secara ketat. Bahkan, studi hukumnya menjadi tertunda dan pada 1937 ia belum menyelesaikan studinya.
Pengaruh Amir dalam gerakan nasionalis semakin mengkhawatirkan Belanda dan membuat Belanda meyakinkan Sultan Langkat supaya menarik Amir pulang.
Akhirnya, pada 1937 Amir kembali ke Sumatra dan setibanya di Sumatra ia diberitahu bahwa ia akan menikah dengan putri tertua Sultan Langkat, yaitu Tengkoe Putri Kamiliah. Setelah menikah dengan Kamiliah, Amir memiliki gelar Tengkoe Pangeran Indra Poetera dan ia memiliki anak bernama Tengkoe Tahoera. Amir semakin disibukan dengan tugasnya di Kesultanan Langkat dan membuatnya jarang berkorespondensi dengan teman-temannya di Jawa.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, kesluruhan Pulau Sumatra dinyatakan sebagai bagian dari Republik Indoneisa dan Teuku Muhammad Hasan menjadi gubernur pertama Pulau Sumatra.
Pada 29 Oktober 1945, Hasan memilih Amir sebagai wakil pemerintah Indonesia di Langkat dan Amir menerima posisi tersebut.
Selanjutnya, Amir menangani banyak tugas, salah satunya adalah meresmikan divisi lokal pertama dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dan membuka pertemuan berbagai cabang lokal dari berbagai parati politik nasional.
Di sisi lain, Revolusi Nasional Indonesia sedang berkobar dan kondisi Indonesia menjadi tidak stabil. Pada 1946, terdenganr suatu rumor bahwa Amir terlihat bersantap dengan perwakilan pemerintah Belanda yang kembali ke Sumatra.
Para bangsawan di Langkat menyadari tumbuhnya benih-benih kerusuhan dan pada 7 Maret 1946 terjadi revolusi sosial yang dimotori oleh faksi-faksi dari Partai Komunis Indonesia yang menentang feodalisme dan kaum bangsawan.
Saat itu, kekuasaan Amir dilucuti dan ia ditangkap. Bersama dengan anggota kesultanan yang lain, ia dikirim ke sebuah perkebunan yang dikuasai faksi Komunis di Kwala Begumit dan di sana ia dipaksa untuk menggali lubang dan disiksa.
Pada 20 Maret 1946, Amir Hamzah meninggal dengan 26 orang tahanan lainnya serta dimakamkan pada sebuah kuburan massal. Pada November 1949, jenazah Amir dipindahkan ke Masjid Aziziz, Tanjung Pura dan Amir diangkat menjadi pahlawan Nasional pada 1975.
Baca juga: Hari Ini 186 Tahun Lalu Mark Twain Lahir: Perjalanan Sastrawan Amerika Serikat
EIBEN HEIZIER