Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Kisah Ki Hadjar Dewantara Sebelum Jadi Bapak Pendidikan: Wartawan Kritis Musuh Belanda

Reporter

image-gnews
Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri Yogyakarta Tony Spontana menaburkan bunga di nisan Nyi Hadjar Dewantara dalam peringatan hari pendidikan nasional di Taman Makam Wijaya Brata, Yogyakarta, 2 Mei 2016. Upacara dan ziarah makam tersebut dihadiri ratusan siswa/i serta keluarga besar Ki Hadjar Dewantara. TEMPO/Pius Erlangga
Kepala Kejaksaan Tinggi Negeri Yogyakarta Tony Spontana menaburkan bunga di nisan Nyi Hadjar Dewantara dalam peringatan hari pendidikan nasional di Taman Makam Wijaya Brata, Yogyakarta, 2 Mei 2016. Upacara dan ziarah makam tersebut dihadiri ratusan siswa/i serta keluarga besar Ki Hadjar Dewantara. TEMPO/Pius Erlangga
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Hari Pendidikan Nasional dikenal sebagai salah satu peringatan penting di Indonesia. Pada 1959, melalui Keputusan Presiden nomor 316, pemerintah menetapkan 2 Mei, hari lahir Raden Mas Suwardi Suryaningrat atau Ki Hadjar Dewantara sebagai hari khusus untuk mengenang jasanya dalam memperjuangkan pendidikan rakyat. Bagaimana kisah Ki Hadjar memperjuangkan pendidikan?

Dilansir dari buku Ki Hadjar Dewantara "Pemikiran dan Perjuangannya" karya Suhartono, sebelum berkiprah dan bergerak memperjuangkan pendidikan, Suwardi sempat mengalami pasang surut saat sekolah. Awalnya, ia sekolah dengan lancar di Europeesche Lagere School, sekolah tingkat menengah di Hindia Belanda. Bahkan pada tahun 1905, Suwardi mendapatkan beasiswa untuk lanjut sekolah ke STOVIA (School tot Opleiding voor Inlandsche Artsen) atau biasa disebut dengan Sekolah Dokter. Namun sayangnya, ia tak mampu menamatkan sekolah dokternya karna terkendala gangguan kesehatan.

Beasiswanya pun dicabut. Suwardi akhirnya memutuskan untuk bekerja di beberapa tempat seperti menjadi ahli Kimia di Pabrik Gula Kalibagor, Banyumas. Pernah juga ia bekerja di sebuah apotek. Namun, sayangnya ia berhenti dari pekerjaanya karna di-PHK.

Tidak menyerah, cucu dari Sri Paku Alam III ini banting setir menjadi seorang jurnalis. Ia aktif mengirim karya tulisan ke media massa seperti Seditomo, Midden Java, De Expres, Utusan Hindia, Kaum Muda, Cahaya Timur, dan Pusara. 

Menjadi seorang jurnalis yang kritis, Suwardi kerap membuat karya yang berisi perjuangan. Hal itu makin kentara saat ia menulis di surat kabar De Express, Suwardi mulai bekerja sama dengan rekannya Setyabudi Danudirja alias Dowes Deker yang menjadi redaktur di media De Expres. Pertemuan itu memperkuat pergerakan nasionalis yang mereka lakukan. 

Tulisan Suwardi yang terkenal ialah yang berjudul “Als Ik Een Nederlender Was”, dalam bahasa Indonesia berarti “Seandainya Aku Seorang Belanda,” tulisan ini berisi kritikan terhadap pemerintah Belanda yang menarik pajak dari masyarakat bumiputera untuk dana perayaan 100 tahun kebebasan Belanda dari Perancis.

Tulisan ini dicetak oleh percetakan De Eerste Bandoengsche Publicatie Maatschappij yang dipimpin oleh J.F. Wesselius. Tulisan ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Abdoel Moeis. Tulisan itu kemudian berhasil menyebar luas di kalangan masyarakat. Meluasnya tulisan itu membuat pemerintah kolonial menjadi berang. Akibatnya penjajah memeriksa Suwardi dan ia dilarang untuk membuat tulisan semacam itu lagi.

Selain ribut di jalur pena, ia juga pernah berkelahi dengan orang Belanda. Bentrokan fisik itu terjadi ketika Suwardi melihat seorang Belanda mengganggu perempuan pribumi yang bernama Sutartinah. Akibat menghajar orang Belanda, Suwardi pun diperiksa polisi, begitu juga Sutartinah. Usai pemeriksaan itu, mereka berkenalan hingga akhirnya menjadi sepasang kekasih dan menikah. 

Setelah kejadian tersebut, ternyata tak membuat Suwardi gentar untuk menyuarakan kebenaran, dan hak-hak bangsanya. Ia kembali menerbitkan sebuah tulisan yang mempertegas isi dari tulisan sebelumnya dan meyakini bahwa apa yang telah ia ungkapkan merupakan penderitaan yang sebenarnya terjadi dan dirasakan oleh masyarakat Bumiputera.

Akibatnya tulisan tersebut memancing kemarahan pemerintah kolonial Belanda. Para penjajah semakin berang ketika Suwardi bersama Douwes Dekker dan Cipto Mangunkusumo mendirikan Indische Partij, sebuah parpol pertama yang beraliran nasionalisme Indonesia yang pertama di Hindia Belanda. Suwardi akhirnya ditangkap pada 30 Juli 1913. Pada 6 September 1913 Suwardi bersama dua orang rekannya yakni Setyabudi Danudirja dan Cipto Mangoenkoesoemo dikirim ke Belanda untuk diasingkan.

Selama masa pengasingannya di Belanda, Suwardi tak berhenti berorganisasi, ia mendirikan pers nasional yang diberi nama Indonesisch Pers Bureau. Melalui media pers tersebut Suwardi banyak menghasilkan karya-karya tulisnya yang baru. Berangkat dari pengalamannya ia dan istrinya sepakat bahwa berjuang melawan penjajahan Belanda di Indonesia tidak mesti harus maju bertempur di medan perang tetapi dapat dilakukan dengan cara menulis dan mengajak masyarakat untuk bangkit dan bergerak bersama.

Selama di Belanda, Suwardi dan Istrinya bekerja di bidang pendidikan. Istrinya saat itu bekerja di sebuah TK, sedangkan Suwardi belajar pendidikan dan pedagogik di Universitas Leiden. Setelah 6 tahun di Belanda, Suwardi dan istrinya kembali ke tanah kelahiran mereka pada 1912. 

Pada 1922 kecintaan Suwardi pada ilmu pendidikan dan pengetahuan ia realisasikan dengan membangun Perguruan Taman Siswa yang tujuannya untuk mendidik masyarakat Bumi Putra yang tidak memiliki akses ke untuk bersekolah pada zaman itu. Selain itu, ia juga pernah memperjuangkan penghapusan Undang-Undang Sekolah Liar pada tahun 1923 yang membatasi gerak nasionalisme pendididkan Indonesia dan perjuangannya pun berbuah hasil.

Atas jasa-jasa yang telah ia lakukan terhadap kemajuan di dunia pendidikan Indonesia,  pada tahun 1959 pemerintah Republik Indonesia menganugerahinya jabatan sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan kepada Ki Hadjar Dewantara. Kemudian ia juga mendapat gelar klehormatan Doktor Causa  dari Universitas Gajah Mada pada tahun 1959. Ia juga resmi diangkat sebagai Pahlawan Nasional oleh pemerintah RI pada tahun yang sama dengan ia wafat.

Pilihan Editor: Kemendikbud Upayakan Sekolah Adat Masuk Sistem Pendidikan Nasional 

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan

BCA Menggelar Program BCA Berbagi Ilmu di ITB

8 jam lalu

BCA Menggelar Program BCA Berbagi Ilmu di ITB

BCA lewat BCA Berbagi Ilmu berkomitmen untuk mendukung Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) Pendidikan Berkualitas, serta menyiapkan generasi muda yang berkualitas dan berdaya saing untuk menghadapi puncak bonus demografi pada tahun 2030 mendatang.


Kemenhub Tak Buka Pendaftaran Taruna STIP, Pengamat: Kalau Bisa Tutup 2 Tahun

12 jam lalu

Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Pelayaran (STIP) Marunda Ahmad Wahid bersama Kapolres Jakarta Utara Komisaris Besar Gidion Arif Setyawan di Kampus STIP Marunda, Jakarta Utara, Jumat, 3 Mei 2024. Foto: ANTARA/Mario Sofia Nasution/aa.
Kemenhub Tak Buka Pendaftaran Taruna STIP, Pengamat: Kalau Bisa Tutup 2 Tahun

Ki Darmaningtyas menilai perlu adanya evaluasi terhadap sistem asrama untuk taruna STIP.


Kopi Kenangan Bantu Peremajaan SDN 5 Bojong Garut

1 hari lalu

Kopi Kenangan Bantu Peremajaan SDN 5 Bojong Garut

Selain peremajaan fasilitas sekolah, Kopi Kenangan mengajak Yayasan 1000 Guru mengadakan kegiatan.


Pasca-Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Wali Kota Depok Keluarkan SE Tentang Study Tour

1 hari lalu

Wali Kota Depok Mohammad Idris menjelaskan tentang program pemberian makanan tambahan usai rapat paripurna persetujuan DPRD terhadap raperda APBD Kota Depok Tahun 2024 di Gedung DPRD Kota Depok, Rabu 22 November 2023. TEMPO/Ricky Juliansyah
Pasca-Kecelakaan Bus SMK Lingga Kencana, Wali Kota Depok Keluarkan SE Tentang Study Tour

Pasca kecelakaan bus rombongan perpisahan siswa SMK Lingga Kencana, Wali Kota Depok mengeluarkan surat edaran tentang kegiatan study tour.


Politikus PKS Soroti Komitmen Konstitusi dalam Mengatasi Masalah Pendidikan

2 hari lalu

Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Mardani Ali Sera di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis (14/3/2024). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi.
Politikus PKS Soroti Komitmen Konstitusi dalam Mengatasi Masalah Pendidikan

Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI Mardani Ali menyoroti peran penting komitmen dan investasi negara dalam mengatasi masalah di sektor pendidikan.


BCA Menggelar Program BCA Berbagi Ilmu di UNDIP

2 hari lalu

BCA Menggelar Program BCA Berbagi Ilmu di UNDIP

BCA Menggelar Program BCA Berbagi Ilmu di Universitas Diponegoro (UNDIP) dengan tema 'Survival Leadership, Facing Uncertainties'.


15 Pahlawan Nasional Asal Sumbar: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Rohana Kudus, hingga AK Gani

2 hari lalu

Ruhana Kuddus. Wikipedia
15 Pahlawan Nasional Asal Sumbar: Imam Bonjol, Mohammad Hatta, Rohana Kudus, hingga AK Gani

15 tokoh Sumbar dinobatkan sebagai pahlawan nasional, antara lain Proklamator Mohamad Hatta, Imam Bonjol, Rohana Kudus, Rasuna Said, hingga AK Gani.


Airlangga Hartarto Dorong Peningkatan Pendidikan Mikroelektronik

4 hari lalu

Menko Perekonomian Airlangga Hartarto. Tempo/Annisa Febiola.
Airlangga Hartarto Dorong Peningkatan Pendidikan Mikroelektronik

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mendorong peningkatan pendidikan mikroelektronik untuk kuasai pasar semikonduktor.


Tepat Dua Tahun Lalu, Jurnalis Shireen Abu Akleh Tewas Ditembak Tentara Israel

4 hari lalu

Jurnalis Al Jazeera reporter Shireen Abu Akleh. REUTERS
Tepat Dua Tahun Lalu, Jurnalis Shireen Abu Akleh Tewas Ditembak Tentara Israel

Israel dikenal kerap membunuh jurnalis, salah satu yang menyita perhatian dunia adalah Shireen Abu Alkeh, wartawati Al Jazeera.


Duta Besar Palestina Minta Isu Gaza Tak Hilang dari Pemberitaan

4 hari lalu

Duta Besar Palestina untuk Indonesia Zuhair Al-Shun saat konferensi pers di Kedutaan Besar Palestina di Jakarta Pusat, Jumat, 10 Mei 2024. TEMPO/Nabiila Azzahra A.
Duta Besar Palestina Minta Isu Gaza Tak Hilang dari Pemberitaan

Dubes Palestina untuk Indonesia meminta komunitas internasional berbicara tentang situasi di Gaza ketika Israel mulai menyerang kota Rafah.