Di periode muda inilah, Amir menulis puisi pertamanya. Menurut Husny, Amir menulis puisi pertamanya karena ia patah hati setelah menemukan bahwa Aja bun telah menikah dengan pria lain tanpa sepengetahuan Amir. Sedangkan, Dini berpendapat lain, puisi pertama yang ditulis oleh Amir karena ia sangat rindu dengan ayah dan bundanya.
Setelah menyelesaikan studinya di Mulo Menjangan, Amir melanjutkan studinya ke Algemene Middelbare School (AMS) yang dijalankan oleh Boedi Oetomo di Surakarta. Di sana, Amir belajar Sastra timur dan juga bahasa, seperti bahasa Jawa, Sanskerta, dan Arab.
Saat menempuh studinya tersebut, Amir berjumpa dengan beberapa penulis, seperti Armijn Pane dan Achdiat Karta Mihardja. Selain itu, saat di Surakarta, Amir bergabung ke dalam gerakan nasionalis dan ia banyak bertemu dengan sesama perantau dari Sumatra serta banyak mendiskusikan masalah sosial rakyat Melayu Nusantara di bawah kekuasaan kolonial Belanda.
Di tahun 1930, Amir menjadi kepala cabang Indonesia Moeda di surakarta dan ia menyampaikan pidato dalam Kongres Pemuda 1930. Ia juga menjadi editor bagi majalah Garoeda Merapi.
Saat menempuh studi, Amir bertemu dengan Ilik Soendari dan ia jatuh cinta dengannya. Amir banyak mengajari Soendari bahasa Arab dan Soendari mengajari Amir bahasa Jawa.
Di tahun 1931, ibunda Amir meninggal dan ayahnya meninggal satu tahun kemudian. Otomatis, meninggalnya kedua orang tua Amir membuat ia tidak bisa dibiayai lagi. Akhirnya, setelah mernyelesaikan studi AMS-nya, Amir menulis surat kepada saudaranya supaya mengatur biaya studi lanjutanyya dibayar oleh Sultan Langkat. Pada 1932, Amir kembali ke Batavia dan memulai studi ilmu hukumnya dan ia mengambil pekerjaan paruh waktu sebagai guru.
Pada 1933, Amir dipanggil ke Langkat dan Sultan Langkat memberitahukan dua syarat yang harus dipenuhi oleh Amir jika ingin melanjutkan studinya, yaitu ia harus menjadi siswa yang rajin dan meninggalkan gerakan kemerdekaan Indonesia.
Selanjutnya: Mendapat penolakan Sultan Langkat, Amir semakin...