TEMPO.CO, Jakarta - Partai Demokrasi Indonesia atau PDIP, dalam petitumnya, meminta hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta, menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan perbuatan melawan hukum karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden (cawapres) di Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Putusan itu nantinya diharapkan menjadi pertimbangan MPR membatalkan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran sebagai presiden dan cawapres terpilih.
Tim Hukum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) menggugat KPU ke PTUN atas dugaan perbuatan melawan hukum saat menerima pencalonan wakil presiden Gibran Rakabuming Raka.
Ketua Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun meminta KPU untuk menunda penetapan hasil pemilihan presiden dan wakil presiden atau Pilpres 2024 pada hari ini, Rabu, 24 April 2024. Ia mengakui gugatannya ke PTUN terhadap KPU tidak akan membatalkan putusan Mahkamah Konstitusi.
Gayus menjelaskan gugatan Megawati Soekarnoputri terhadap KPU RI semata-mata untuk mengadili apakah ada perbuatan melawan hukum yang dilakukan komisioner KPU dalam menyelenggarakan pemilu 2024. Kendati demikian, ia menegaskan gugatan ini bukan sengketa atau hasil pemilu.
Dalam sidang kali ini, PDIP mengubah isi petitum. Semula meminta PTUN membatalkan penetapan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka sebagai paslon capres-cawapres. KPU dinilai melakukan perbuatan melawan hukum karena menerima pendaftaran Gibran sebagai cawapres di PIlpres 2024.
PDIP kini meminta PTUN menyatakan KPU sebagai pejabat negara melakukan perbuatan melawan hukum karena menerima pendaftaran Gibran. Dari situ, PDIP akan mendorong MPR mempertimbangkan putusan itu untuk membatalkan pelantikan Prabowo-Gibran sebagai capres dan cawapres terpilih. “Kami ubah untuk mencoret cawapres bermasalah dengan pelantikan,” kata Gayus.
Menanggapi hal itu, Kuasa Hukum Prabowo-Gibran, Maulana Bungaran, mengatakan, gugatan itu salah alamat. Menurut Maulana, gugatan itu berhubungan dengan sengketa proses Pilpres 2024. Karena itu, PDIP seharusnya lebih dahulu mengajukan masalah itu ke Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI.
“Apa yang diharapkan itu salah tempat. Salah hukum yang diterapkan. Karena kalau bicara pemilu pasti Undang-undang Pemilu. Ini yang harus dijadikan rujukan,” kata Maulana usai sidang gugatan PDIP di PTUN Cakung, Jakarta Timur, Kamis 2 Mei 2024.
Menurut Maulana, mempermasalahkan penetapan pasangan calon sudah diatur dalam Undang-Undang Pemilu. Dalam Undang-undang itu, pemohon harusnya mengajukan sengketa proses di awal-awal saat KPU menerima dan menetapkan Gibran sebagai cawapres, ke Bawaslu. Bila tak menerima keputusan Bawaslu, pemohon bisa mengajukan gugatan ke PTUN.
Sementara anggota tim hukum pasangan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Fahri Bachmid, mengatakan gugatan PDIP ke PTUN terhadap KPU RI tidak akan mempengaruhi pelantikan pemenang Pilpres 2024.
Menurut Fahri, perkara tata usaha negara (TUN) yang digulirkan oleh Gayus Lumbuun bukan merupakan sengketa tahapan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Pemilu.
“Saya meyakini bahwa pasti pengadilan akan menolak gugatan TUN yang diajukan saat ini,” kata Fahri saat dihubungi Tempo, Jumat 3 Mei 2024.
Alasannya, kata Fahri, masalah pemilu bukan domain serta kompetensi absolut dari PTUN. Ia menyebut produk pilpres tunduk pada putusan Mahkamah Konstitusi, sehingga di luar kamar yudisial selain Mahkamah Konstitusi, tidak kompeten. Bahkan, apabila hakim PTUN mengabulkan gugatan sampai inkracht di Mahkamah Agung, Fahri menegaskan putusan tersebut tetap tidak mengikat karena di luar kompetensinya atau ‘ultra vires’.
MYESHA FATINA RACHMAN I HENDRIK YAPUTRA I EKA YUDHA SAPUTRA I SULTAN ABDURRAHMAN
Pilihan Editor: PDIP Gugat KPU di PTUN, Kasus Apa Saja yang Bisa Dilayangkan ke Peradilan Tata Usaha Negara?